Tips sebagai pendatang di Banjar.
Awalnya
saya tidak kepikiran akan menulis ini karena beberapa hal yang akan saya tulis
di bawah ini adalah suatu hal yang normal, menurut saya. Namun ketika sudah dua
kali tinggal lama di daerah orang, saya mendengar berbagai rumor tentang orang
Banjar itu sendiri. Wah ternyata begini ya pendapat orang-orang tentang tanah
Banjar itu sendiri. Saya menyadari sesuatu bahwa hal yang sehari-hari kita
anggap normal adalah aneh bagi orang lain. Hanya karena kita hidup di lingkungan
itu sejak kecil maka kita sudah merasa nyaman dan merasa tidak ngeh dengan hal itu.
Banjar
disini berarti adalah Kalimantan selatan pada umumnya, termasuk hingga ke
kabupatennya. Saya tuliskan Banjar supaya lebih ringkas saja. Berikut beberapa
hal kecil dari kehidupan yang sempat saya amati dan berdasarkan pendapat
pribadi. No offense. Baik?
Transaksi jual beli
di Banjar menggunakan kalimat penyertaan. Ketika kita membeli sesuatu, kasit
atau penjualnya akan berkata ‘jual lah’. jangan heran jangan sedih jangan
takut. Menurut apa ya (?), itu adalah pelengkap jual beli menurut kepercayaan
agamis orang Banjar. Semacam akad jual beli. Kita sebagai konsumen atau pembeli
biasanya akan mengucapkan ‘tukar lah’ sebagai balasan.
Ini
juga menjadi pembeda antara orang banjar atau bukan. Kalaupun dia orang luar
banjar yang sudah menetap lama biasanya akan terbiasa mengucapkan hal ini. Tidak bermaksud menyinggung siapapun. Hal ini adalah suatu hal yang unik yang
bahkan saya belum pernah menemui di daerah manapun di luar kalsel.
Orang
banjar terbiasa menggunakan bahasa banjar bahkan dalam keadaan resmi atau
formal. Saya mendengar rumor ini dari seorang kenalan yang lumayan lama menetap
di kalsel. Saya setuju dan agak kurang setuju sih. Setuju karena menurut saya
ya bahasa banjar adalah bahasa lisan sehingga sudah merupakan kebiasaan
dimanapun akan lebih nyaman menggunakan bahasa banjar.
Bahkan
orang-orang bilang bahwa di perkuliahan atau sekolah menggunakan bahasa Banjar
sebagai bahasa pengantar. Wah ini saya cukup iyain aja, karena terkadang saya
juga mengalami situasi dimana pengantaran pelajaran menggunakan bahasa Banjar tapi
juga lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Sepertinya tergantung topik
bahasan. Kembali ke itu tadi, karena bahasa Banjar adalah tradisi lisan.
Akibat
dari tradisi ini adalah orang banjar ‘katanya’ sering menggunakan bahasa Banjar
kepada pendatang. Hahaha. apakah ini mirip di Jepang yang saking bangganya
dengan bahasa ibu mereka akan menjelaskan dalam bahasa Jepang jika ditanya
sesuatu oleh turis. Lagipula kalaupun dijawab dengan bahasa Banjar, juga tidak
sulit memahami kan ?
Akibat
yang kedua adalah, kita harus menerjemahkan sebuah kata sebanyak dua kali.
Misalkan bahasa Inggris, harus di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dulu,
baru diterjemahkan sekali lagi ke dalam bahasa Banjar agar kita paham. Begitu
juga sebaliknya. Hahaha.
Penyebutan taksi, motor dan sepeda. Ini penting biar kalian tidak bingung hehe.
Umumnya
begini, sepeda adalah istilah orang tua untuk sepeda motor. Motor adalah
istilah untuk mobil dan taksi adalah istilah untuk angkutan umum. Ketika kita
ditanya ‘naik motor kah kesana?’ berarti maksudnya adalah ‘apakah kita naik
mobil?’ Namun ini tidak di semua wilayah ya. Hanya tertentu saja dan biasanya
kata ini hanya diucapkan oleh orang tua.
Dimana
ada jembatan, disitu ada peradaban. Ini saya bandingkan dengan Sulawesi, hehe.
Di banjar pada umumnya, setiap kota punya satu jembatan yang sudah pasti
melewati satu sungai. Hal ini berkaitan dengan budaya banjar yang merupakan
budaya sungai.
Hal
ini merupakan sebuah mata uang. Satu sisi adalah unik. Satu sisi adalah
pencemaran lingkungan dari limbah yang ditimbulkan. Tetapi apabila dikelola
dengan baik, sungai bisa jadi sebuah identitas diri sebuah kota.
Bahasa banjar # bahasa Indonesia. Saya menemukan banyak sekali kata dalam bahasa Banjar yang ternyata
memiliki arti yang berbeda dengan bahasa Indonesia sedangkan kata itu
sebenarnya memiliki arti lain dalam bahasa Indonesia. Loh? Iya jadi semacam
dualisme arti. Poligami grammatical yha ? apasih bay ….
Misalnya
:
Tukar.
Dalam bahasa Banjar artinya adalah beli. Sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya
adalah suatu kata kerja yang sering disandingkan dengan menukar. Sama-sama
memiliki konteks dalam dunia ekonomi lah ya.
Umpat.
Dalam bahasa Banjar artinya adalah ikut. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
artinya adalah kegiatan memaki, jika ditambahkan akhiran –an.
Iya,
bahasa Banjar begitu.
Satu
lagi, sebagai tradisi lisan, bahasa Banjar punya banyak kata pelengkap yang
biasanya diletakkan di akhir kalimat. Paling gampang untuk dikenali adalah
akhiran ‘ai’ yang dibaca ay bukan a-i. contoh penggunaan akhiran ini misalnya: “ada ai” yang artinya kira-kira adalah “ada kok” yang bermaksud
menegaskan kalimat.
Selain
‘ai’ juga ada gin, pang, lah, am. Begitulah, wal ai. Mirip dengan imbuhan kata
di, mi, ki dan pi yang ada di daerah Sulawesi bagian tenggara dan selatan.
Begitu, di?.
Comments
Post a Comment