Hari-hari yang bisa kita hargai.
Pagi
tadi saya mendapat kabar mendadak tentang seseorang yang saya kenal banget
pergi menghadap yang kuasa. Mendadak. Kabarnya singkat. “Mas Bay, Pak X
meninggal pagi ini”.
Jujur
saya tidak langsung membalas dan malas membacanya. Sudah melihat pula di pesan
pop up. Saya masih berusaha menyetel suasana hati. Di tengah berita wabah
begini mendapat kabar duka sangat tidak enak. Berkat berita ini saya jadi
uring-uringan seharian. Mau tidur gak bisa lelap, mau makan kok gak lahap,
akhirnya mengiyakan ajakan teman untuk sepedaan sore-sore.
Niatnya
mau mengalihkan perasaan, alias mau menjauhi kenyataan. Belum terima kalau
beliau meninggal. Iya, gak bisa. Tapi tuhkan nangis juga akhirnya.
Semua
teori cocoklogi mengenai mimpi dan isyarat tentang kepergian sudah saya
utarakan kepada tiga orang teman saya. Entah peka atau hanya perasaan, tapi
bersyukur sih pernah dapat kode yang apakah dari beliau atau bukan. Jadi,
biarkanlah beberapa tulisan dibawah ini untuk mengenang beliau.
Almarhum
adalah bos saya di divisi riset. Tahun 2018, kemana-mana selalu berdua. Gap
umur kami jauh sekali. Saya 20an, beliau
sudah 60an. beliau yang selalu mendampingi saya untuk turun ke lapangan,
survey, bikin peta, analisis pertumbuhan dan mengawasi proyek penelitian.
Setiap
pagi sarapan bersama di sebuah pondok di tengah petak penelitian. Beliau sering
membawa botol air minum yang bisa menyimpan air hangat. So cute. Kemudian botol
air minum lapangan di pinggang. Kalkulator kecil, sarung tangan dan notes kecil
tidak pernah ketinggalan.
“Pak
Bayu, besok pagi saya jemput ya” setiap sore beliau berkata seperti ini. Padahal
saya tidak meminta sekaligus bersyukur ada tebengan ke kebun dan lagian dengan
siapa lagi saya berangkat ke kebun kalau bukan bersama bapak, ucap saya dalam
hati. Besoknya, beliau datang dengan motor jenis klx. Iya beliau hobi sekali
naik motor balap.
Setiap
saya naik, beliau berkata “Pak Bayu, maaf ya, injakan kakinya belum ada, saya
belum beli. Pegangan aja, Pak Bayu, saya takut Pak Bayu jatuh”. Lalu anak
buahnya yang introvert ini hanya ngangguk. Jadilah setiap hari saya dibonceng
beliau.
Suatu
kali, saya ditegur oleh manajer divisi saya karena melewatkan apel pagi. Saya hanya
diam dan tidak berani beralasan, padahal pagi itu saya diajak oleh Almarhum
langsung ke kebun saja. Iya, dulu belum ada jalur komunikasi jadi susah sekali
kordinasi mengenai berbagai job desk masing-masing, tapi ya sudah lah.
“Pak
Bayu jadi cuti besok? Saya titip belikan batu permata ya, katanya Martapura
penghasil batu kan ya?” saya nurut dan belikan dua buah batu. Belakangan saya
tanya bahwa satu batu sudah diserahkan kepada istri beliau untuk dijadikan
liontin dan satunya lagi ia simpan. Seringkali pagi-pagi beliau cerita kalau
batunya ternyata ada penunggunya. Oke baik pak.
Suatu
hari saya bikin status di whatsaap bertuliskan “Ghost Writer” karena saya baru
nonton film dengan judul tersebut. Besoknya beliau bahas, “Pak Bayu. Saya dulu
punya satu buku tentang kitab-kitab hantu dari Jawa” saya heran hehe dan menjelaskan
bahwa saya baru saja nonton film tersebut, tetapi besoknya beliau masih saja
membahas kitab-kitab tersebut.
Setiap
pagi, beliau pasti mengajak berkeliling kebun. Luasnya ada 30 hektar, terbagi
dalam sepuluh petak percobaan dengan luas beragam. Setiap pagi keliling
menyusuri petaknya. Makanya saya kurus. Stress berat haha. Sebelum pulang
beliau selalu memastikan saya menulis laporan harian dengan rinci.
Saya
masih ingat, di tahun pertama saya bekerja disana, masalah utama adalah musim
kemarau lebih panjang dari tempat perkebunan yang lain sehingga kebutuhan air
perlu diperhatikan. Karena saya bernaung di divisi riset, otomatis diminta
bikin analisis hitungan kita nih perlu air berapa banyak sih sebenarnya.
Saat
itu, saya berdua dengan teman satu divisi yang ngerjain dan kami masih bego
ditambah perusahaan tidak punya data yang cukup. Hanya tersedia sekitar 3 dari
10 data yang diperlukan. Sisanya angka kira-kira, angka asumsi atau tetapan-tetapan.
Lalu almarhum datang dan nyuruh kami nyari rumus ini itu dan ketemulah satu
hasil yang lumayan. Oke, besok coba dipresentasikan.
Hasilnya?
Angkanya mendekati.
Iya,
dulu saya pikir, nggak ada orang lapangan yang punya basic sains dan hitungan
kuat seperti beliau. Meski pengalaman berpuluh tahun di sebuah perusahaan tapi
kalau hitungan payah ya nggak bisa juga. Saya bersyukur menjadi ‘anak buah’
sekaligus ‘anak angkat’ beliau.
Saya
ingat, hari pertama saya bekerja dengan beliau, kalimat-kalimat yang saya
ucapkan adalah :
“Pak
ada jejak babi” lalu “Pak tebunya mirip daun bawang ya” lanjut ke “Pak tebu yang ditebang harum ya” berlanjut hingga “Oh ternyata tomcat
ukurannya segini”.
Setiap
hari, obrolan kami berdua selalu berputar tentang cuaca, kebudayaan jogja
karena beliau dari sana, isu politik, sesekali membahas kenapa saya mau jadi
Pengajar Muda dan berakhir dengan “Pak Bayu, kita pulang duluan yuk, saya capek”.
Staf lain masih di lapangan, saya sudah minum es di mess.
Awalnya
saya merasa risih, kenapa saya harus bersama beliau terus. Tentu saja tidak
semua berjalan baik, ada saja salah paham. Kadangkala obrolan bersebrangan dan
nggak nyambung. Perbedaan usia jelas. Apalagi saya masih staf baru lah beliau
mantan dirut. Tapi, setiap saya pulang
jalan kaki, beliau selalu bertanya dimana posisi saya dan memaksa untuk
menjemput saya dan memastikan saya sampai mess.
Saya
tau salah satu trik beliau. Setiap manager atau GM datang ke petak penelitian
kami, seringkali beliau yang menegaskan bahwa ini adalah kerjaan saya. Pertumbuhan
tanaman bagus, mencapai kriteria yang diinginkan dan rapi. Padahal saya hanya
mengerjakan apa yang beliau suruh. Beliau idenya. Namun setelahnya saya baru
sadar, itu cara beliau dalam rendah hati dan membiarkan saya berkembang.
Besoknya
pipa irigasi pecah, ya tetap saya yang diomeli hehe. Apalagi kalau ada pupuk
terhambur di jalan, bencana wkwkw.
Setelahnya
satu tahun berlalu, saya dipindah ke divisi lain dan beliau dikirim ke Kalteng,
sudah berkurang intensitas kami berkomunikasi. Tapi masih ala-ala anak romantis
jaman dulu, saling berkirim salam, hahahah.
Saya
gak tau, kalau bukan bersama beliau, mungkin hidup saya di kebun sudah
pontang-panting. Sudah jadi bahan tertawaan manager karena saking begonya,
beruntung ada beliau yang pernah berucap, “Sudah tenang saja Pak Bayu, saya
saja yang hadapi GM kalau beliau kesini, Pak Bayu sembunyi saja”
Satu
lagi kalimat dari beliau yang bikin saya over pede adalah “Kalau pak Bayu yang
tanam tebu, pasti tumbuh lah”
Pak,
matur suwun, nggeh.
Hati-hati di Jalan.
‘Till
the day we meet again.
Comments
Post a Comment