Samarinda dan hal yang berubah darinya
Sepertinya
kota Samarinda punya tempat tersendiri di hati ini hehe sampai-sampai ada dua
tulisanku tentangnya. Tiga deng, jika tulisan ke Sangatta bisa dihitung. Heran
juga sih, efek sebuah kota bisa membekas sesentimental itu. Sepertinya memang sebuah
kota yang sering kita singgahi itu bakalan punya tempat spesial di hati kita,
layaknya martabak.
Namun,
dengan jarak waktu sekitar 18 tahun dan frekuensi hanya 4 kali kunjungan, maka
akan banyak merasakan perbedaan mencolok. I mean, the last time I visited
Samarinda properly was in 2002. Pasti banyak banget hal yang berubah. Mungkin
juga dengan kota lain yang pernah aku kunjungi dan mengesankan secara personal
seperti Kendari atau Ranai yang kemungkinan akan menjadi sebuah tulisan jika
aku mengunjungi kedua kota itu sekali lagi dalam waktu sepuluh tahun yang akan
datang.
Hal
pertama adalah, ruko bertambah banyak. Bahkan aku tidak mengenali lagi lokasi
dimana rumah keluargaku berada. Seingatku dulu hanya satu kali masuk gang dan
sampailah di sebuah rumah berlantai dua dengan ubin berwarna biru. Sama dengan
rumah omku yang perasaan dulu rumahnya panggung kok begitu kesana berubah
menjadi rumah tapak tanah. Iya sih dulu dari jalan besar menuju rumahnya bagai
menuruni bukit. Sekarang sudah dicor beton. Bahkan di dekat rumahnya sudah ada
jalan besar menuju jembatan Mahkota yang langsung nyambung dengan jalan tol.
Hal
kedua adalah ada jalan tol Balikpapan – Samarinda. Sebelumnya perlu waktu
sekitar tiga jam untuk menuju Samarinda dari pelabuhan Ferry. Sekarang dengan
adanya jalan tol bisa sampai dalam waktu 1,5 jam. Begitu menghemat waktu.
Rasanya aneh aja lewat jalan tol trus bayar pake kartu dan tinggal di tap.
Sebelum ada jalan tol, kita orang lewat Bukit Soeharto yang isinya adalah hutan
rimbun lebat, udaranya sejuk dan banyak kelokan tajam dan pernah diturunkan
oleh Bis di tengah hutan ini gara-gara bisnya tidak melayani jurusan Sangatta.
Hal
ketiga adalah banyak Mall hehe. Ketika dulu pergi ke Samarinda, tujuan utama
adalah main ke mall. Kapan lagi bisa lihat modernitas layaknya kota besar
selain di Samarinda. Banjarmasin kala itu belumlah punya Mall dan baru dibangun
sekitar tahun 2008an. Sedangkan Samarinda sudah punya sejak tahun 2002. Meski
hanya mall kecil tapi rasanya istimewa belanja dengan trailer dorong dan
melihat rak bersusun memajang barang. Dulu, SCP atau Lembuswana pastilah
tujuannya. Makan KFC juga hehehe sampai-sampai bucketnya dibawa pulang dan
diabadikan menjadi tempat sabun cuci piring.
Hal
keempat adalah sepupu bertambah banyak. Hal ini sungguh terjadi di luar kuasa.
Dulu ke Samarinda hanya mampir ke rumah nenek di gang PLN dan om di sungai
kerbau. Sekarang makin banyak lagi rumah yang dikunjungi karena baru tahu
lokasi tinggal mereka. Sungai Kerbau, Sungai Dama, Sambutan, Gang PLN dan dua
lokasi rumah keluarga yang lupa apa nama daerahnya.
Hal
kelima adalah sepupu yang dulu kecil banget, eh, sekarang gede hehe. I mean,
grown up. Waktu gila banget ya mengambil semua hal tentang pertumbuhan. Dua kakak
sepupu sudah nikah dan punya anak yang lucu-lucu. Bahkan rasanya baru pertama
ini ngobrol dengan mereka yang sekarang sudah ABG dan aku yang masih melajang
wkwkw. Ini agak nyesal sih, kok aku bisa ya gak ke Samarinda sering-sering, eh
lupa ding, belum punya duit wkwk.
Hal
keenam adalah perasaanku sendiri. Rasanya kok arti sebuah keluarga itu lebih
dari sekedar kata-kata tapi bagaimana kamu tetap menjaga komunikasi meski jarak
tempuh sepanjang hari. Om tante kuperhatikan wajahnya tersenyum lebar ketika berkumpul
dengan sanak saudaranya, apalagi om ku yang berasal dari jauh. Bahkan ada
kakekku yang tidak henti memvideo kami yang sedang ngumpul. Awkward tapi
yaudahlah ya.
Aku
bertanya sih, apa aku akan memiliki senyum yang sama nanti ketika sudah tua
nanti dan dalam momen kaya begini?
Nggak
sih, kemarin aja sewaktu pulang senyum-senyum terus. Ini ya rasanya ketemu
saudara jauh, melihat keadaan mereka langsung dan dengerin mereka ngobrol satu
sama lain. Bahkan mungkin bahasa Indonesa tidak punya kosakata untuk
menggambarkan perasaan ini selain bahagia yang susah dideskripsikan. Utamaku
adalah mau ketemu sepupu sendiri yang sudah lama banget ketemu. Akhirnya bisa
bersama mereka selama kurang lebih empat hari, dari yang awalnya malu-malu
terus dipaksakan seharian berkegiatan bersama dan selalu satu mobil, akhirnya
selalu ngumpul dan duduk deketan. Dari yang awalnya cari perhatian dengan cara
masing-masing sampai sudah nyaman mau berbagi gelas, saling menindih kaki
bahkan saling mencela satu sama lain.
Dalam
satu momen kumpul keluarga di jam 9 malam kemarin, salah satu omku berceletuk,
kita ini keluarga memang dari dulu sudah begini, semua obrolan masuk telinga
kanan keluar telinga kiri. Jadi jangan baperan. Kuperhatikan bahwa, keluargaku
yang ini punya sebuah nilai-nilai yang menarik. Sebuah nilah yang sepertinya
akan sama dengan nilai-nilai sebuah keluarga dari daerah Asia. Family comes
first. Apapun keputusan kamu dalam hidup, keluarga hanya mendukung kondisi yang
terbaik. Acara nikahan semua harus bisa berhadir. Malamnya dipastikan ada acara
ramah tamah ngomongin permasalahan orang lain dan menertawakan hidup. Sisanya
tanding cerita lucu antar anggota keluarga, kecerobohan, kelakuan bego atau
ngejekin anggota keluarga yang sudah berumur tapi belum berkeluarga. Semacam
evaluasi acara ya, tapi lebih erat alias mulutnya tidak bisa diikat erat.
Kemarin
ada satu kekhawatiranku yang kelewatan. Kebetulan nginap di kamar sepupu yang
bisa dibilang seumuran. Dalam hati, doh ini gimana cara negornya. Kamarnya
bahkan sudah berubah sejak terakhir ketemu, nyari bahan obrolan kok otak buntu,
akhirnya cuman numpang tidur sambil diam-diam, lha kami berdua pendiam.
Ke-diam-an ini berlanjut hingga malam terakhir sebelum pulang, aku beranikan
banyak tanya, biarin aja bacot hehe, habiskan semua stok pertanyaan basic
tentang kehidupan, sampingkan dulu deep talk. Tips ini berhasil sih, hehe.
Dindingnya roboh sebagian. Iya, semakin dewasa kita terbiasa membangun dinding
dan berharap orang tidak melewati batas yang kita bangun. Tetapi sebagian orang
lupa, ada orang yang tau cara merobohkan dinding, punya kunci cadangan atau
bahkan tau, dinding bagian mana yang bisa dijebol. I just knew your language,
bro.
Hmmmmm.
Aku jadi mikir lagi kan, sebagai sepupu laki-laki tertua dari semua sepupu dari
pihak Ayah, apakah aku yang harus memulai pembicaraan dan bonding dengan mereka
semua? Jawabannya iya haha. sudah 2020 loh, masa masih mau termakan isu keluarga
adalah hal–hal bullshit, Bay? Ya jangan dong. Ketika hampir pulang aku baru
sadar, bahwa genetis itu memang mengalir. Kami (para sepupu) punya banyak
preferensi hal yang sama, ceroboh, kalo tidur harus gelap, menyukai kopi dan
senang berdebat tentang cerita lucu masing-masing. Sudah cukup lah refleksinya,
jadi keluarga itu begini, seberapa marahnya kamu, tetap punya waktu tersenyum
dan tertawa bersama mereka. Hehe.
Comments
Post a Comment