Samarinda dan hal canggung disekitarnya

Seingatku, bepergian ke Samarinda terakhir kali adalah di bulan Desember tahun 2013. Itupun hanya sempat beberapa jam karena sebelumnya ikut kegiatan di Sangatta. Sesampainya di Samarinda, pagi-pagi berseskan tas dan titip pesan kepada teman 'Nanti kalau aku datang terlambat, tolong bawakan tasku dan kita ketemu di terminal bis'. Alhasil hanya bisa ketemu keluarga selama 5 jam maksimal. 

Iya, Samarinda selalu tentang keluarga. 

Sebelumnya, pada pergantian tahun 2010 ke 2011, inipun karena sibuk membawa rombongan study tour, sehingga ya gak ada yang namanya kumpul dengan keluarga. Malah rasanya aku yang berhutang dengan mereka karena malah merepotkan banyak dan belum berterima kasih dengan layak. 

Selain itu, ke Samarinda dengan proper adalah saat aku kelas dua SD yang berarti sekitar tahun 2001 atau 2002. Ini berarti kami harus berangkat subuh-subuh dari Pagatan dan sampai di Samarinda hampir tengah malam. Berangkatnya naik bus dan bawa termos, roti dan nasi bungkus, ganti bus di Grogot dan turun di terminal Samarinda Seberang kemudian naik angkot lagi ke rumah keluarga di Keramaian. Ya sejauh itu memang, berdasarkan google maps, Pagatan - Samarinda berjarak 532 km dan biasanya ditempuh dalam 12 jam. Hehe. Sekali lagi, hehe.

Saat itu yang kuingat adalah Mall. Bahkan keluargaku masih ingat apa yang kuteriakkan sewaktu sampai mall untuk pertama kalinya 'Waaah mantapnyaaaa'. SCP, Lembuswana, Gang PLN, pasar subuh dan Sungai Dama .... belum ada istilah Islamic Centre dan Big Mall. Hehe, jadul ya. 

Kemarin, Maret 2020, akhirnya bisa kembali ke Banjarmasin dengan sungguh-sungguh selama 4 hari termasuk perjalanan pulang pergi dua hari berarti ahri efektif kunjungan adalah dua hari saja. Hahaha. kaget sih, gila juga ini kota. Ingatanku tahun-tahun sebelumnya sudah terhapus otomatis oleh pembangunan besar-besaran. Mall, bangunan baru, jembatan baru dan makin padatnya.Secara ingatan terbaik adalah tahun 2002. 

Bahkan tidak ada waktu untuk memanjakan diri atau waktu untuk charger diri dan menjadi intovert ala-ala yang me time sendirian. Sesampainya disana sehabis magrib, istirahat sebentar dan mandi eh langsung berangkat ke rumah keluarga. Sesampainya disana, ya namanya juga canggung dengan orang lain ya, jadinya cuman duduk di pojokan dan menikmati waktu disana. Ikut saja lah salaman sama kakek ini, nenek ini, cipika cipiki dengan om itu, tante a, kenalan dengan sepupu dua kali si ini bahkan divideo -_-. 

Aneh aja hahaha. Besok-besoknya barulah aku mengikuti pola pergerakan keluarga Samarinda dan bermain mencari apa saja perbedaan hal-hal mendasar antara Samarinda dengan kota lain. 

Karena tahun ini berkunjung dalam rangka pernikahan seorang sepupu yang kebetulan namanya jua Bayu dan baru pertama kali ini ketemu jadinya banyak moment ter-hah? hah? diantaranya adalah mengenai waktu acara pernikahan. Selama bertahun-tahun hidup di Banjarmasin, kondangan selalu dilakukan pagi hari sampai maksimal siang hari. Paling nggak kita akan berangkat kondangan jam 9 atau jam 10 pagi. Ketika jam 11-12 siang, tamu sudah berkurang dan saatnya cuci-cuci piring, baskom, panci, dandang, susuk rinjing, rapikan kayu bakar, potong kue pengantin atau menghitung uang sumbangan. 

Nah, di Samarinda, kondangan akan berlangsung pada pukul 11 siang sampai 17 sore. Mampus gak luh. Ketika siang-siang enaknya tiduran habis makan kue pengantin, eh disuruh stand by buat jadi panitia bersih-bersih dan menyiapkan akua gelas. Pantas, kok jam 9 belum ada yang jalan ini anggota keluarga, adem ayem aja, belum ada yang nyuruh mandi atau bersiap-siap berkemas dandan. Tidak taunya memang waktu kondangan yang berbeda hahahaha. 

Alhasil, malamnya ketika kumpul dengan keluarga di Sungai Dama, barulah perbedaan hal-hal kondangan antara Banjar dan Samarinda dibahas. Aku rangkum menjadi, waktu kondangan yang berbeda, kemudian kalo di Banjar biasanya yang masak nasi, daging dan sayur adalah laki-laki dan pakai wajan besar bernama kawah dan dilaksanakan dini hari. Soalnya pernah waktu KKN, ikut bantu orang nikahan, dan jam 2 subuh sudah bangun untuk bantu : mengaduk nasi pakai sutil segede dayung yang nama kegiatannya adalah mengawah. 

Asik sih. Rasa-rasanya segala teori tentang parenting, keluarga ideal dan bla-bla-bla yang beredar di media baik sosial maupun digital, dibantah oleh apa yang keluargaku perdebatkan malam itu. Pergi ke Samarinda ini seperti pergi untuk mendefinisikan ulang apa arti sebuah keluarga. 

Yap, Family comes first. Sejelek apapun kelakuannya atau seburuk apapun aibnya bahkan sejauh apapun jaraknya, keluarga adalah hal pertama dalam hidup. Meski ketika dewasa sudah berada di tempat yang berbeda, namun ketika kamu masih kecil di pelihara oleh orang tersebut, dibonceng di sepeda ketika beli eskrim atau dikasih makan siang ketika nggak ada duit, bahkan ditemani bercerita dengan segelas kopi, namanya keluarga ya keluarga. Gak ada yang bisa mutusin sebuah rantai yang lebih gaib dari sekedar romantisasi grup whatsapp keluarga. Se sentimentil itu.

I juts remembered the years when i comes to Samarinda for the very first time. I've visited so many houses from my family member that comes from different gandfather and grandmother. I was taking a bath in front of my grandmother's house and sliding in her floor and then i got soaping from her and now some of them just getting older. It's so sick and i can't hold my tears but i choose to smile, brighter than everything in that tiny house. 

Ketika pulang, aku bersyukur. 
Bersyukur masih single jadi masih bisa mengusahakan untuk ngasih tau kehadiran dengan sepupu bahwa, hei masih ada loh kakak sepupu lo di Pagatan. Gak kebayang kalau sudah nikah, pasti bawa anak dan istri yang bikin jarak.
Bersyukur masih nganggur jadi masih bisa pergi ke acara keluarga. Gak kebayang kalau kerja trus di luar kalsel lagi, bisa-bisa nunggu tahun-tahun-tahun depan. 
Bersyukur pergi di tahun 2020 jadi sudah bisa bersikap semestinya, sudah tau tata krama, how to mingle to my cousin, bisa ambil foto sekaligus pelajaran dan bisa lebih bijak mengetahui kenapa si ini bersikap begini. Hehe. 

What is my best moment during my trip in Samarinda?
When i arrived in my uncle's house and got that smile also tracing my past by looking the same building with different times.

Comments

Popular Posts