Bertahan, ya. Sabar.


Untuk kamu yang kebetulan punya orangtua yang tidak mengerti internet.
Untuk kamu yang merasa sendirian menghadapi masalah di dalam keluarga sendiri.
Semoga tulisan dibawah ini bisa membantumu melaluinya.

Kita, hidup di tahun 2020. Tahun dimana banyak istilah-istilah asing yang terbiasa kita ucapkan, tanpa sadar lawan bicara kita mengerti apa tidak. Orang-orang lebih merasa bangga ketika menyebut dirinya golongan millennial, boomer atau bahkan sekedar sekte julid. Satu hal yang harus selalu kita pahami dan camkan baik-baik adalah orang tua kita memiliki tahun tumbuh yang berbeda dengan kita. Bukannya mereka ketinggalan zaman, tetapi sudah tidak bisa mengikuti zaman. Mereka terdiam di masa dimana mereka menghabiskan masa dewasa mereka. Jadi, wajar sekali pandangan hidup, gaya hidup atapun pemikiran sangat berbeda. Meski ada yang open minded, namun sayangnya tidak semua anak beruntung punya orang tua dengan tipe yang seperti itu.

Lalu apa masalahnya?
Nah, selama kita menuju proses kedewasaan, sudah pasti tiap hari ketemu masalah. Kalo gak ketemu, ya kepikiran masalah kemarin yang belum selesai. Kalaupun kamu merasa masalahnya sudah selesai, tetapi tetap kepikiran.

Ambil contoh saja, keputusan berkarir.
Sebagian anak muda ingin berkarir sesuai pilihannya. Sesulit apapun jalannya. Tetapi tidak semudah itu. Lebih sulit meminta pengertian dari orang tua. Ada kalanya pikiran berkata mengapa orang tua yang memilihkan aku pekerjaan? Mengapa aku tidak berhak memutuskan pekerjaanku sendiri? 

Sayangnya orang tua merasa bahwa karena mereka sudah duluan hidup, maka mereka mengklaim lebih tau tentang pengalaman hidup. Padahal hanya dicobain ke kita. Sama seperti waktu kecil ketika kita dipasangkan pakaian, dicobain dulu, kalo kita merasa nyaman ya pakaiannya diterusin, tapi kalo kita merasa kepanjangan, kekecilan, maka pakaian itu akan dikasih ke orang lain. 

Oke, baik, analoginya agak aneh.
Intinya adalah, seringkali tidak hanya tentang pilihan pekerjaan yang sulit diterima oleh mereka. Itu tadi, perbedaan masa hidup. Belum lagi kalau kita sering mendapat tekanan sosial dari lingkungan luar rumah. Setiap dari kita pernah di bully, secara fisik, verbal atau perlakuan. Otomatis kita punya tambahan masalah yang harus kita selesaikan sendiri. Mau lapor orangtua, mana mereka mengerti. Bahkan kemungkinan kita yang akan disalahkan, kenapa mau temenan sama mereka, kenapa jalan sendirian, kenapa keluar malam, kenapa tidak melawan balik, kenapa tidak lapor guru dan kenapa-kenapa lainnya.

Fyuh. Lelah ya. Jadi anak sekolah itu ya begini. Kadang kita sendiri berpikir orang tua kita juga tidak akan bisa membantu banyak, toh mengerti keadaan kita juga nggak. Beberapa orang bahkan akan menyalahkan komunikasi yang jelek di dalam keluarga, pola asuh anak yang tidak sesuai teori dengan buku psikologi perkembangan anak yang mereka baca lah atau malah menyalahkan ego kita. Bisa jadi, karena orang tua kita hanya memiliki nilai-nilai dari orang tua mereka - which is kakek nenek kita - dan merasa berdosa apabila melanggarnya, maka ya begitu, masalah di luar keluarga ya selesaikan sendiri.

Mengapa aku menulis hal ini? sore ini aku lagi dengerin curhat seorang bapak yang dengan gambling menceritakan tentang anaknya yang depresi. Setelah keluar tiba-tiba dari sebuah sekolah, anaknya tiba-tiba berubah drastis pikirannya. Dari mana orang tuanya tau? Perubahan prilaku. Anaknya seumuran SMP dan sekarang tiap hari kerjaannya hanya minum kopi dan merokok. Terkadang tidur di kolong mobil. Kadang-kadang berteriak ingin bunuh diri. Pernah ketahuan sedang mencari referensi di internet bagaimana cara mengakhiri hidupnya. Hal penting adalah orang tuanya masih peduli. Bahkan Bapaknya mencari tau penyebabnya dan menelusuri sampai ke pihak sekolah dan ternyata akibat bullying di lingkungan sekolah. Sudah main fisik. Gila sih. Orang-orang yang ngebully nih sadar gak sih kalau mereka sudah menghancurkan hidup satu orang manusia?.

Mengapa aku tiba-tiba menulis ini? tidak akan aku jelaskan disini.
Untuk kalian yang sedang punya masalah, terlebih bullying, jika kalian merasa akan lebih lega dengan menceritakan kisah kalian, please, cari teman yang mau mendengarkan. Kalau punya teman dekat, please, percayai mereka untuk mengetahui ceritamu. Please, biarkan mereka masuk ke dalam duniamu.  

Kalau kamu merasa orangtuamu tidak mengerti keadaanmu, ya wajar, maafkan mereka ya. Internet adalah hal yang sangat futuristik bagi mereka. Tahap adaptasi mereka lamban, memang. Sabar ya. 

Aku salut dengan orangtua anak tersebut yang berani membuka diri dengan mendatangi sekolah untuk mencari tau keadaan anaknya, kemudian googling tentang bagaimana menyikapi perubahan sikap anaknya, sampai ke tahap harus melihat keadaan anaknya yang depresi setiap hari. Kalau aku yang disana? Nggak tau lah. Gak kuat mungkin. 

Comments

Popular Posts