Teman Jalan
cia cia cia, judulnya teman jalan banget nih. Terinspirasi teman hidup-nya Tulus apa gimana nih. sebagian akan berkomentar begitu. sebagian akan bertanya siapa baaaay. sebagian lagi akan diam dan menunggu aku yang bercerita secara aktif.
beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 20 Desember 2019 hingga 4 Januari 2020 saya jalan-jalan. Bersama satu orang. Teman saya sedari pelatihan menjadi seorang 'guru' di Purwakarta sana, dekat waduk Jatiluhur. Alkisah, kami berdua memutuskan untuk 'Yuk jalan' di akhir tahun. Berhubung keduanya anak ambi namun satu kelihatan satu terbiasanya menyimpan, diputuskan ambi kali ini keliling 1/3 nya asean yaitu Vietnam, Kamboja dan Laos. Fyuh. Makan tuh ambi.
itulah latar belakang terjadinya kegiatan ini. Berikutnya masuk tahap tinjauan pustaka. Tahap ini lebih menceritakan apa yang aku temukan dan apa yang ia pikirkan, sekaligus apa yang kami bicarakan sepanjang jalan. I mean, bicara sepanjang jalan. Nah loh, tahan-tahan aja kalo jalan berdua hehe, karena sifat aslinya akan ketahuan. Hmmm.
Teman jalan saya kali ini namanya Rizki. Lengkapnya M. Nur Rizki Oceano Puritanical. Mengaku pencinta lautan dan senja. Minta ditulis namanya Rizki Oceano di kontak watsap. Makannya sedikit nyemilnya banyak. Kadang tidak tau batas capek dan sakit itu dimana. Kelakuan kayak bocah tapi selera orang tua. Ini adalah hal yang kuingat, yha. Selebihnya perlu trigger lebih keras biar terbuka semua aibnya. Biar singkat kupanggil di Rizki saja.
Hal pertama dari sifat alami manusia ketika dihadapkan kondisi seperti ini -jalan berdua dengan orang asing meskipun kenal dekat- adalah mencari kesamaan. Mulai dari topik makanan, pakaian, cara berjalan atau area privat. Kali ini, melanggar hukum tersebut sepertinya tidak masalah. Aku bahkan tidak ingat bagaimana kami bisa menemukan kesamaan. Karena Rizki senantiasa berceloteh sepanjang jalan dan banyak bercerita tentang masa kecilnya, SMA-nya, kuliahnya sampai hal-hal pribadinya yang wew ini dia minta feedback, komentar atau minta balas budi cerita hal yang sama dariku ya.
Sesungguhnya sangat tidak nyaman bercerita hal pribadi ataupun masa lalu kepada orang lain, kalau tidak ditanya. Tapi ini Rizki, ketika tidak dibalas, dia akan diam dan minta kita kasih sinyal mau cerita apa tidak, kalau aku : mikir lama dulu, baru nanti ketika mau nyebrang atau keluar hostel baru deh cerita, hahaha, iya mendadak.
Selain itu, aku merasa nyaman bercerita dengan Rizki adalah karena Rizki memakai tehnik mencari kesamaan antara kita berdua -atau aku yang memakai tehnik ini-. Aku bahkan punya kalimat tersendiri untuk hal ini, kami berdua bagaikan orang yang hidup di dunia yang berbeda tapi melakukan hal yang sama. Ennng terdengar seperti film US. Wwkwkwkw. Rizki cerita kalau dia waktu SMA jualan es, setiap weekend akan gelar lapak dan buka dagangan. Saat dengar ini aku ngerasa, Hah sama banget! Aku juga waktu SMA juga jualan hahaa. Yha memang banyak kok anak sma di luar sana juga jualan, tapi aneh aja hehe.
Aku juga cerita kalau aku dulu meng-kliping koran dan mengumpulkan serba-serbi tentang pertandingan olahraga macam Sea Games, Asian Games dan Olimpiade. Nah Rizki juga sama, hahaha. Selain ini masih banyak hal kecil yang kami berdua sama-sama senangi dan lakukan, namun okelah, mungkin juga ada orang diluar sana yang melakukan yang sama persis, terus kenapa aku merasa pertemanan kami berdua berasa spesial?
Rizki cenderung ceria 24 jam. Ini yang bikin betah selama jalan-jalan kemarin. Sebagai anak yang pendiam dan pasif, aku menyadari temanku haruslah yang bertolak belakang denganku. Aku pikir aku sudah punya planning paling oke, ternyata Rizki sudah punya planning yang lebih oke. wah kebanting harga diri. Yang bikin betah lagi adalah, kami berdua adalah tipe pejalan yang slow. Tidak semua list harus dikunjungi, tidak semua tempat harus didatangi, kalau satu hari cuman minum es kopi susu di salah satu kafe juga oke. Tapi soal ketahanan tubuh, bolehlah aku yang menang haha.
Sepanjang perjalanan, Rizki banyak cerita tentang teori-teori hidup ala jaman sekarang atau tips cara bertahan hidup sebagai milenials Indonesia. bikin pusing sebenarnya haha. iya, Rizki sangat digital anaknya sementara aku lebih suka analog. Rizki ngasih info tentang language of love, 30-40-30, sama satu lagi apa ya kisah anak miskin yang tetap pada pendiriannya yang sampai ada scene jual kuda atau kedelai ........ enggggg ooooh bad things good things who knows.
Tapi, namanya jalan berdua gimana Bay, ada berantem gak? ngggg gak tau si Rizki merasa ada atau tidak, tapi aku merasa nggak ada haha. Terlalu banyak hal yang bisa di kompromikan. Kebiasaanku yang naruh barang sembarangan dan tidak minimalis 0_0? atau suka sekali ketinggalan barang, atau perubahan tujuan mendadak, atau ketidakpastian bus yang mana yang akan kita tumpangi, bisa bikin emosi sih, tapi ya gitu, gak ada yang sampai marahan.
So?
Nggak tau, awalnya ini postingan sebagai apresiasi kepada Rizki tetapi gak tau alur ujungnya dimana. Rasanya aneh aja mengakhiri dengan terima kasih. Ini aja deh, semoga jalan-jalan kemarin merupakan sebuah rasa syukur atas segala privilege yang kita punya, rasa syukur bisa merasakan ambience dari kota tua hingga modern dan terima kasih sudah menginspirasi, Bong.
Comments
Post a Comment