Setelah 3 minggu

Tentang pengumuman penempatan.
Malam ini, malam secara resmi aku berada di desa. Desa yang sekitar 3 minggu yang lalu aku ketahui namanya. Tak ada keramaian. Yang ada hanya warung kopi samping gedung pertemuan yang tampaknya sudah lama tutup. Sisanya anak-anak yang bermain dan berlarian di sepanjang jembatan. Sudah mulai gabut. Tiba-tiba terpikir, satu-satunya yang bisa membunuh waktu adalah menulis.
Selama di camp, pernah ditanyakan oleh teman-teman dalam hal basa-basi, jika boleh memilih ingin ditempatkan dimana ? yang terpikir adalah natuna, yang terjawab adalah terserah dimana saja. Dasar pembohong, memilih jawaban aman dan diplomatis. Kemudian waktu berlalu dan tibalah hari pengumuman penempatan.
Jika sudah pernah menonton videonya, yak, se-drama itulah pengumuman penempatan kami.
Saya masih ingat, waktu itu kami semua dikumpulkan di mushola barak, ditontonkan video dan dijelaskan bahwa pemilihan ini berdasarkan banyak factor dan bukan berdasarkan behavior, brain dan beauty. Makin guguplah saya walaupun yang lain banyak sekali yang bilsang santai dan sudah meng-aplikasikan ilmu ‘zero expectation’ tapi saya tidak. Saya punya ekspektasi saya sendiri. Yang saya pikirkan saat itu adalah dimana saya akan di’buang’ dan dengan siapa saya di’buang’. Kemudian kami digiring membentuk ular naga dengan mata tertutup menuju ruang iphone.
Di iphone, kami masuk satu persatu diiringi lagu Indonesia Pusaka. Suasananya gelap, hening dan haru. Saya digiring menuju satu titik dan tap, berhenti. Diam. Berdiri. Lama. Perlahan-lahan saya mendengar langkah kaki yang terhenti disamping saya. Ingin rasanya curang dengan cara memegang tangannya mencoba sok menguatkan. Kemudian, perlahan-lahan, suara isak tangis terdengar. Saya bingung, ini menangis kenapa ? kok banyak sekali suara tangisannya ? suaranya kok bikin ingin ikutan nangis juga, … lha lha lha … dan pecahlah tangisan, kami. Oke, waktunya.
Aba-aba, 1, 2, 3, semua penutup mata dibuka dan … welcome to the life and love that you’ve waiting for the several weeks.
Pecah. Semua pecah. Yang ada suara tangisan yang semakin keras dan menjadi-jadi. Tepuk tangan kawan-kawan dan rangkulan. Kuat sekali. Ditambah air mata. Drama sekali. Entah kenapa suasananya enak banget buat nangis tersedu-sedu dan pelukan sama teman baru. Pokoknya tangisan marshanda di sinetron kisah sedih di hari minggu kalah deh.
Jujur, saat pertama kali mata saya terbuka, saya langsung melihat satu persatu siapa saja teman satu penempatan saya. Degh! Kaget, iya pasti. Semua orang baru. Semua orang yang jarang saya ajak ngobrol. Semua orang yang sama sekali tidak ada bayangan jika harus satu tim. Deng! Kaget, Kecewa, sedih. Lalu aku menangis lagi. Yang terpikir adalah bisa gak ya setahun bersama mereka ? bersama 7 orang ini ? selanjutnya aku langsung terpikir kapal besar, ikan besar berenang di laut, lumba-lumba, lautan hijau dan biru, pantai pasir putih dan satu kalimat, liburan dimulai. Yak, tertulis di selembar kertas, Kepulauan Natuna. Aku menarik nafas panjang, Bismillah.
Sebelumnya aku juga pernah ditanya, siapa saja 7 orang yang kamu inginkan menjadi rekan 1 tim (yang penasaran japri plis). Bisa ditebak, mereka semua dipencar, melewati pulau besar hingga laut dalam. Tersebar dari Aceh Utara, Nunukan, Banggai dan Pegunungan Bintang. Wew, kecewa pasti. Semua terasa jauh sekarang. Seperti Katniss Everdreen di Hunger Games, ketika kau dipilih untuk berburu dan harus berpisah dengan mereka yang bisa membuatmu nyaman. Seperti di Glee, ketika si Rachel harus pergi ke New York demi mimpinya. Akulah si Katniss dan si Rachel itu.
Aku juga menangis. Menangis karena mereka disana dan membayangkan aku sendiri di Natuna. Menangis lagi mengingat mereka tidak ada yang satu penempatan denganku. Menangis lagi membayangkan satu tahun berjauhan, sulit berkomunikasi, tidak tau kondisi fisik dan tidak bisa menyapa sambil melihat senyumnya. Dang! Bagiku ini hal yang sulit. Jadi buat apa kita selama ini menyanyikan lagu ‘Kepompong’ atau ‘Laskar Pelangi’ ? *drama. Kesepian adalah salah satu hal yang membuat saya gelisah. Jangankan di desa, di keramaian ditengah konser pun saya selalu merasa kesepian.
Satu persatu, orang-orang tersebut mendatangi saya dan memeluk sambil menangis. Berbisik ‘Yang kuat ya, yu. Tetap bertahan. Satu tahun kita berjauhan’ … *mewek … ‘jaga kesehatan yu’ *mewek lagi* *kuat-kuat yu!’ dan saya mulai merasa berdosa, menghianati pesan meraka hanya karena baru seminggu disini sudah sakit. Saya peluk erat mereka sambil tertawa padahal ingin menangis hingga akhirnya terbawa suasana, ikutan nangis lagi, cengeng ya anaknya, eh kita semua cengeng kok wkwkwkw
Hanya bertanya, kenapa ? kenapa mereka tidak ada yang satu penempatan dengan saya ?

Kembali ke pertanyaan esai sebelum masuk IM, saya pernah menuliskan ingin keluar dari zona nyaman saya yaitu berada diantara orang-orang yang saya sayangi dan menyayangi saya. Inilah jawabannya, mau tidak mau, saya sudah berada di jalur lari dan melewati garis start. Inilah waktunya memaknai jawaban kegelisahan selama ini. Memang membuat down, serasa saya naik ke kapal yang berbeda dengan mereka, saya menuju laut cina selatan, mereka menuju samudra hindia, selat Makassar, laut arafuru dan laut banda.

Saya tidak perlu ucapan semangat mengabdi, saya cuma ingin tau kabar kalian disana. 

Comments

Popular Posts