Besar di tahun Milenium
Hidupnya
enak jaman sekarang.
Sebentar,
…
enaknya
hidup zaman sekarang!
Kenapa
sih Bay suka ngebolak-balik kalimat? Hahaha. penyakit nih. Bahkan teman-teman
dekatku bilang kalau aku sering tertukar huruf. P, f, v trus kalimat juga
sering berantakan. Haha.
Pulang
kali ini gue banyak mikir sesuatu yang random, biasanya karena banyak merenung,
menatap tetangga, menengok mesin ketik teronggok di pojok ruang tamu dan oke
aku mau cerita tentang betapa enaknya jaman sekarang. Maksudnya ya
perbandingannya adalah jaman aku sulit. Aku ngerasa jaman sulit berarti jaman
aku sma dan kuliah. Berarti kurun waktu 2009-20016. Wah 7 tahun ya. Kayaknya
tahun itu lagi reformasi segala bidang hingga lahir lah generasi 4.0 sekarang
ini, lahirlah 4G juga lahirlah generasi tiktokers.
But,
I enjoyed it.
Sekarang
enak banget. Ngeprint document. Ngetik tulisan. Nyari bahan. Ya urusan-urusan
dokumen begini dulunya sempat menyulitkan. Apalagi waktu sma dulu, ketika ada
tugas bikin makalah yang harus di cetak computer, hedeh. Tahukah engkau dulu di
Pagatan tahun 2009-2010 siapa saja yang punya laptop atau computer dan printer.
Haduh itu barang mahal.
Tahun
segitu hanya orang-orang kaya tertentu saja yang punya printer. (Iya, Bay, kamu
mizkin, mundur gih). Gue udah mengalami naik sepeda keliling kota pagatan nyari
komputer dan printer, segala rumah teman disikat. Ada sih rental komputer, tapi
ya ampun mahalnya, mending duitnya ditabung buat beli kartu naruto.
Akhirnya
Kuliah pun datang, jadilah gue dan wankawan yang masih mizkin sebagai pelanggan
warnet dekat kampus untuk bikin tugas dan nge-print. Akhirnya jaman ini
terlewati dan gue punya komputer pertama Pentium 4 tahun 2012 saat tahun masuk
kuliah! Yippy! Beserta printer Canon edisi scan-nya satu set huhuhu. Telat
padahal haha.
Sekarang
enak banget ya, siapa coba anak muda yang gak punya laptop pribadi? Sudah
terjangkau. Artinya perekonomian Indonesia sedang membaik. Kan? *sotoy lu, Bay.
Juga
ingat, dulu kalau mau beli tiket pesawat, harus pesan ke travel. Gue masih
ingat tuh tahun 2014 saat ngurus tiket delegasi ke Jakarta, dimana ya Tuhan di
Banjarbaru yang bisa beli tiket sekarang tapi bayarnya nanti.
Akhirnya
berbekal koneksi, ketemulah sama tantenya teman satu kuliahan dan nego untuk booking tiket dan bayarnya nanti. Fyuh.
Akhirnya malah langganan, termasuk ngutangin tiket dulu, bayarnya nanti waktu
balik lagi ke Banjarbaru.
Sekarang
enak banget, mau pesan tiket, tinggal buka aplikasi, scrolling harga, bandingkan harga, pesan, bayar, tiket sudah
tersedia tanpa harus ngeperint tiket dua lembar hehe. Terimakasih teknologi. I
owe you.
Internet
benar-benar memudahkan. Nggak habis pikir aja, kita semua sekarang hidup di
masa depan. Masa dimana globalisasi diramalkan terjadi. Pasar bebas Asean? Wah
udah isu lama. Sekarang industry 4.0.
Dahulu
tercetak di buku teks pelajaran bahwa waralaba (((waralaba))) kedai makanan
cepat saji luar negri akan semakin banyak di Indonesia. Hello, tuh KFC di
batulicin. Noh, thai tea aja udah ada ngegerobak di gang annur. Kopi janji jiwa
aja ada di Sungai Danau. Wah globalisasi. Istilah yang dulu terlihat sangat
keren.
Menulis
kata globalisasi aja bikin gue pengen baca lagi buku pelajaran IPS kelas tiga
smp, sambil nongkrong di warung kopi kekinian, pake MacBook, sambil buka
instagram dan upload boomerang muka
gue sendiri gerak-gerak dengan latar belakang signage coffeeshop tersebut.
Dahulu,
nyari bahan lewat internet itu perjuangan sih. Kalo anak jaman sekarang bilang,
struggling. Kita harus ke warnet, spare time minimal dua jam. Sedia flashdisk, nyalain kipas angin kecil
soalnya dalam box warnet itu pengap,
duduk di lantainya yang karpet hijau ukuran 2x2 m, log in ditemani lumba-lumba billing
net, nah selancar dah. Google chrome
sih biasa. Jaman dimana download lagu 3 mb aja lama bingo. Mana kepikiran lah
donlod filem dan serial. Mending baca manga atau konspirasi endingnya naruto
bagaimana.
Sekarang,
internet dalam genggaman. Benar-benar dalam genggaman. Literally. Harfiah. Dari internet gue tau ada yang namanya Running Man bukan hanya tau tentang
Korea Selatan ibukotanya Seoul, tapi cukup tau dalam sampai ke sejarah
bangsanya goryeo lah, hallyu lah, BTS man in luv oh na na na lah.
Juga
tau ada tontonan menarik macam serial Netflix Messiah atau Grey Anatomi bukan
hanya tau Amerika Serikat itu termasuk benua Amerika penemunya Amerigo Verspuci
tapi sudah tau sampai konspirasi Illuminati, Trump dan kontroversinya, bahasa
slang-nya sampai sekarang ikut-ikutan peduli siapa aja pemenang Grammy Award
atau Oscar.
Globalisasi cuy.
Eh, anak Pagatan apa diam aja ya.
Ogah
lah! Selama Red Velvet masih comeback
atau berita Coachella di twitter masih ada, ya gue masih menjadi bagian dari
parade gelombang termodinamik umat manusia bernama globalisasi.
Oh
iya, wahini tuh, rami banar kam orang bapandir pakai bahasa inggris. Banyak
kosa kata yang terlalu sering diucapkan seperti Privilege, vibe, ambience, which is, struggle, mingle, rustic, Bukan
hanya bahasa inggris sih, siapa yang tidak tau artinya anyeong haseo,
kamsahamnida ya kecuali julak-julak di pahumaan lah. kalau dipikir aneh juga,
korea selatan tidak pernah terpikirkan akan masuk dalam gelombang migrasi
budaya di masa depan, eh taunya lebih kuat daripada gelombangnya One Direction.
Oh
iya kosa kata aneh tapi ada di kamus akan lebih banyak lagi lo dengar kalo lagi
di kota besar. Banjarmasin tidak termasuk kota besar itu ya, karena jaman
sekarang pun masih berseliweran kata ‘hungang dan bungol dengan o besar’
Intinya
sih, jaman sekarang kualitas hidup sudah membaik. Kemajuan jaman itu enak
banget. Diluar segala pro dan kontra pembangunan ya. Siapa yang menyangka,
tahun 2020 gue yang separuh hidupnya di Pagatan bisa bertatap muka dengan teman
yang di Fukuoka, Jepang dan bisa survive berpetualang di Asean. Waw dunia.
Selanjutnya
apa? Ya akhir-akhir ini sih kepikiran mau jadi jembatan aja. Maksudnya y ague
tinggal di kota kecil yang banyak anak muda dan orang tua. Ketimpangan antara
umur mereka tinggi dan kadang dalam keluarga gue aja masih canggung sama
kemajuan dunia. Ke ATM, bayar jalan tol atau sekedar transfer uang. Jadi ya
cukup bantu mereka memahami dunia internet lah.
Tugas
gue yang lain mungkin sekarang adalah membantu dunia untuk lebih baik lagi.
Bisa aja ambil pilihan manapun, kalo gue sih pengen nyoba hidup ramah
lingkungan sebagai balas budi kepada mother earth yang udah ngasih banyak
kemudahan di hidup gue. Yuk.
Comments
Post a Comment