On My Block, Sebuah Ulasan.
I
just finished the 5th episode in season 2 from a teen drama in Netflix titled
On My Block and I can not control what I thought about their high school life.
Itās look spooky, gloomy, bold and thight in some way. (lagi belajar lagi nulis
kalimat dalam bahasa inggris).
Tadi
abis onton serial Netflix yang berjudul On My Block. Awalnya kupikir akan
menjadi serial yang akan membosankan dengan cerita yang monoton. Apalagi serial
Amerika kurang banyak sudut pandangnya. Akan berputar-putar di toko yang
itu-itu saja. Pria wanita pirang dengan sesekali kemunculan black people. Atau
kalau mau asia, ya seluruhnya asia.
Tapi
ini bukan dan ceritanya berpusat pada persahabatan empat orang remaja SMP yang
tinggal dalam satu kawasan blok yang berdekatan. Settingnya berada di kota Los
Angeles. Aku gak ngerti jua (broken banjar) disana bagaimana stigma tentang
kota-kota selain New York. Namun dari serial ini, pandangan tersebut coba
dihadirkan melalui sebuah symbol bernama genk dan pistol. Dor dor dor. Bahkan
aku gak yakin tulisannya geng apa genk.
Empat
sahabat ini berasal dari etnis yang berbeda. Tidak dijelaskan juga mereka
berasal dari mana. Hanya bisa menebak dari culture
dan bahasa yang sesekali mereka lontarkan. Sepertinya Spanish, Mexican, African
dan Negro. Oke ini rasis. Sama seperti kita menciptakan tokoh yang beragam
dalam satu film. Rasis tetap ada, hanya tidak dipermasalahkan.
Nah,
disini rasis adalah salah satu ide yang dikeluarkan. Lagian, anak SMP sudah
terlibat dalam perkelahian antar genk. Bahkan salah satu tokoh harus memilih
apakah tetap bersahabat dengan ras lain atau setia dengan rasnya sendiri.
Terakhir
kali aku menonton film yang memisahkan ras ini adalah film berjudul Freedom Writers ,
itu loh guru yang mencoba membuat perubahan di sebuah SMA dengan menyuruh anak
muridnya untuk menuliskan cerita mereka ke dalam sebuah buku.
Serial
ini membuatku mengingat kembali masa SMP-ku yang jujur, gak punya genk yang
dekat banget. I was alone when I SMP
dan satu-satunya yang menyenangkan adalah bisa bergabung dengan kopsis hahaha.
Dalam serial On My Block, banyak sekali problematika yang mereka hadapi.
Penembakan, sexist dan ujian
persahabatan. Intinya survival game.
Tema-tema tentang coming of age ini
selalu menarik karena setiap orang yang menonton akan dibius oleh memori
tentang masa sekolah mereka.
Kita
disuruh menikmati setiap perjalanan tokoh dan mencoba memahami mengapa kita
selalu merasa gelisah saat SMP dulu. Pubertas mungkin adalah salah satu
jawabannya, hormon sedang bergejolak dan rasanya akan menjadi lebih tenang
apabila berhasil melampiaskan kemarahan pada orang sekitar kita. Bukan karena
benci orang itu, tapi lebih ke ābantu aku dong menghadapi ini, jadi pelampiasan
ajaā ya gak? Hehe.
Merasa
terancam oleh orang lain juga menjadi jawabannya namun sering diabaikan. Manusiawi
lah ya, saat SMP, jiwa kompetisi pasti sudah muncul, melihat teman sudah bisa
menguasai satu bab pelajaran, sementara kita remedial, itu bikin stress.
Melihat teman masuk tim inti olahraga, ikut ekskul hits atau lihat teman
seleksi osn. Stressful. Belum lagi bullying. Wajarlah jadinya ego saat usia
segitu kadang muncul dan di luar kendali.
Intinya,
serial ini banyak sekali memberikan gambaran tentang bagaimana empat sekawan
mencoba bertahan hidup dengan mengandalkan persahabatan dengan jalar keluar
masing-masing. Punya teman yang tidak mengerti kita 100% itu menenangkan.
Mengapa bukan orang tua? Oh dear, usia segini, orang tua lagi produktif buat
ngejar uang untuk kecukupan hidup. Satu-satunya yang ngerti masalah ya cuman
teman kita yang notabene seumuran, satu blok dan satu sekolah. Melihat mereka
saling membantu keluar dari labirin kehidupan di antara genk, manisnya cinta
pertama, dan menangisi hal yang sama-sama bikin patah hati, ini sisi terbaik
dari serial ini. kasih jentik dua kali dulu guys.
Serial
ini juga mungkin menyeret memori anda tentang realita bahwa kita masing-masing
punya musuh di masa lalu yang kita perlakukan seperti monster, ingatan tentang
sosok yang mengganggu yang rasanya ingin lepas dan kita bisa bernafas atau sekedar
orang tua yang kita bohongi atau juga tetangga yang tiap hari membuat bertanya
mengapa sering menggerutu.
Namun,
dibalik semua ingatan buruk ini, tentu kita selamat kan, lulus dari SMP dan hei
kita sekarang sedang berjalan di mimpi kita masing-masing. Selamat.
Nb
: tulisan ini beberapa kali kurevisi, karena awalnya terlalu baku dan formal,
saking serial ini bikin mikir banyak dan otak jadi menekan tomblo F5 melulu.
Comments
Post a Comment