Dream. Explore. Discover : Edisi Jepang part 1

Pergi ke Jepang adalah keinginan sebagian besar anak Indonesia. Berkat budaya pop Jepang yang mendunia, anak-anak di Indonesia terbius untuk bisa bertemu dengan anime ataupun cuma berkunjung ke Jepang. Tak terkecuali bagi saya, seorang anak yang berasal dari kota kecil di ujung tenggara pulau Kalimantan. Saya telah mengidam-idamkan untuk pergi ke Jepang sedari kecil. Sedari menonton tayangan anime di hari minggu pagi. Sebuah impian yang terlalu besar dan terlalu sulit untuk diwujudkan mengingat saya hanya tinggal di sebuah kota kecil dan akses informasi yang sangat terbatas. Impian ini tidak pernah padam sampai menjadi mahasiswa. Ketika AYFN berencana untuk mengadakan program Japan Culture Camp. Dalam hati bersorak bahwa mungkin dengan mengikuti ini, impian masa kecil bisa terwujud. Alhasil, setelah mendapatkan LoA dari AYFN senangnya bukan main. Tinggal beberapa langkah lagi akhirnya bisa menginjakkan kaki di Jepang.

Kuputuskan untuk fokus mengikuti kegiatan ini dulu dengan harus melewati pengurusan visa yang mana pemilik KTP asal daerah Kalimantan Selatan haruslah mengurus visa di Konjen daerah Surabaya. Akhirnya setelah merasakan ā€˜dramaā€™ dan ribetnya ngurus visa ke luar pulau, senang bukan kepalang ketika mengetahui bahwa permohonan visa ini diterima, padahal hati ini sudah deg-degan selama beberapa hari. Tak lupa juga mengurus pendanaan melalui proposal, alhamdulillah banyak pihak yang membantu sehingga dana mendekati H-1 keberangkatan baru dapat terkumpul. Memang saya niatkan sejak awal bahwa pergi ke Jepang ini tidak boleh menyerah berusaha, kalau mau menyerah setidaknya menjelang detik-detik keberangkatan.
Singkat cerita, setelah melewati 2 kali transit, dan terbang selama Ā± 7 jam, sampailah diri ini di Bandara Kansai. Saya mengakui tidak memiliki ekspektasi terhadap kota yang selama 5 hari kedepan bakalan menjadi rumah sementara. Saya hanya mengetahui bahwa Osaka adalah salah satu tempat tinggal temannya Conan. Kemudian hanya ingin merasakan mandi dan berendam di Onsen. Bahkan saya baru tahu kalau bandara Kansai ini berada di tengah laut dan kalau ingin mencapai kotanya perlu waktu lama.
Sangat excited, gugup, deg-degan, senang dan lapar. Itulah perasaan yang mewakili diri ini ketikan sampai di bandara. Sangat menarik. Gugup juga rasanya harus melewati imigrasi, namun kali ini terasa berbeda. Petugasnya ramah dan prosesnya cepat. Enjoy your trip here, kata beliau. Deg-degan terasa sekali, setelah melewati imigrasi, mengambil koper dan taraaa .... welcome to Japan, dengan hurup khasnya dan tipikal wajahnya, sangat membuat intimidasi. Semua orang yang saya lihat tipikal Jepang sekali dengan kulit putih dan mata sipit. Semua berbahasa Jepang seperti di anime-anime yang pernah saya tonton. Rasanya pengen ditampar dan disadarkan bahwa saya sudah berada di Jepang. Selanjutnya adalah menunggu peserta yang lain yang datang belakangan. Ternyata sudah ada yang duluan sampai dan pergi ke Kobe. Wew. Mau. Tapi budget terbatas. Sembari menunggu, saya jalan-jalan ke lantai 2,3 dan 4. Ke toko buku, ke toko pokemon, ke lorong yang isinya restoran semua #ngiler, juga mampir sebentar buat sholat di mushola yang sepi dan airnya dingin sekali!   
 
Yeay! Kyoto Tower. Great capture by the way.

My selft at Kyoto.

Tak sabar rasanya melihat bagaimana Kyoto dan Osaka itu sesungguhnya. Setelah sebagian besar peserta telah berkumpul, tak lupa kami berfoto di Bandara. Setelah itu semuanya keluar bandara dan menaiki kereta Haruka untuk mencapai kota Kyoto, kalau tidak salah memakan waktu sekitar Ā± 4 jam untuk mencapai kota Kyoto. Di perjalanan, terlihat rumah-rumah mungil khas Jepang sekali yang biasanya hanya bisa saya lihat di anime. Terkadang juga terlihat kebun warga, apartemen, sekolahan dan gedung yang semuanya rapi dan bersih serta minimalis. Sangat jauh berbeda keadaannya dengan kampung halaman. Sempat tertidur di dalam kereta, akhirnya kereta akan sampai di Stasiun Kyoto.

Wow. Kyoto, Bro. Yoshi-san mengatakan bahwa Kyoto adalah kota yang simetris, dimana tata kotanya sangat rapi. Keluar dari Stasiun Kyoto, angin yang dingin segera menerjang dan kami, (seluruh peserta) harus menggeret koper di malam yang dingin ini menuju penginapan. Tak mengapa lah sekalian seightseeing, lagipula jalan dan trotoar di kota Kyoto itu bagus dan mulus sehingga tidak akan apa-apa kalau kita menggeret koper. Keren. Sepanjang jalan, saya hanya fokus pada pemandangan di jalan, bagaimana malam itu terasa seperti larut malam, namun jam masih menunjukkan pukul 6 sore (sore bagi Banjarbaru). Orang-orang terlihat memakai pakaian tebal seperti mantel panjang, jaket yang tebal, yang keren adalah mereka fashionable. Dijalan menuju penginapan, orang-orang berjalan kaki dengan cepat, ada juga yang bersepeda namun sepeda mereka sudah dilengkapi dengan lampu dan semua menaati lampu lalu lintas. Semua berhenti tepat di lampu merah. Sangat apik dan menarik untuk di tonton.
Penginapan kami berada di Shoshinjicho, dekat dengan stasiun Kiyomizu Gojo stasiun, Gojo Street dan ternyata penginapan kami berada sangat dekat dengan Sungai Takase yang airnya jernih sekali juga dengan Kamogawa River. Nama penginapannya adalah Kyotoā€™s Paradiso Guest House dan setiap pagi kami semua sarapan di Gojo Paradiso Restaurant. Saya pikir menunya adalah menu rumahan orang jepang, ternyata bukan, menu yang disajikan adalah omelet, roti dan salmon.
OOTD. Location : Gojo Paradiso Restaurant
Hari pertama, kami habiskan dengan berkeliling kota Kyoto dengan berjalan kaki. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jalan kaki adalah budaya orang Jepang. Bagi saya yang tidak terbiasa memang melelahkan. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah, Kiyomizu-dera Temple. Sebuah kuil yang menarik dan sangat populer sepertinya karena banyak sekali pengunjung, padahal hari ini hari senin yang mana bukanlah hari weekend. Pengunjungnya sangat beragam, mulai dari rombongan anak sekolah sampai rombongan manula dari Thailand, Korea selatan, Taiwan, China, sampai Eropa sana. Ciri dari kuil ini adalah gerbangnya yang berwarna merah cerah, sangat kontras dengan langit Kyoto hari ini yang biru cerah. Di dalam area kuil ini ada beberapa lokasi yang bagus sekali untuk berfoto-foto dan kebetulan sekali pepohonan disekitarnya masih berwarna kekuningan, jingga hingga kemerahan. Warna jepang di musim gugur.

Setelah puas berkeliling disekitar kuil, tur dilanjutkan ke area Sennenzaka dan Ninnenzaka, dimana berupa jalanan menurun dengan toko-toko disamping kiri-kanannya. Jalan ini sangatlah happening di Instagram karena orang-orang mempostingnya dengan seorang wanita memakai kimono sedang berjalan. Kontras. Kemudian pindah ke Maruyama koen untuk makan siang. Taman ini adalah salah satu taman yang terkenal di Kyoto karena merupakan tempat untuk melakukan hanami ketika bunga sakura mekar. Jangankan bunga sakura mekar, daun-daun berubah warna dan merangas saja, taman ini terlihat cantik. Udara disekitar taman sangat segar dan terasa sejuk padahal matahari sedang terik namun tidak terasa panas gerah. Kami makan siang dengan menu kombini berupa onigiri, pisang, spring roll, bolu gulung dan jus buah. Piknik rasa jepang.

Setelah makan siang, peserta lanjut jalan kaki menuju distrik Gion. Sebuah distrik yang sangat terkenal karena merupakan daerah dengan banyak Geisha atau Maiko berkeliaran. Beruntung sekali bertemu dengan salah satu geisha yang keluar dari salah satu rumah. Namun sore itu distrik ini terasa sunyi  dan malah pengunjung yang lebih banyak. Kami pun memutuskan untuk berkeliling di sekitaran Gion untuk Hunting the Geisha namun tak membuahkan hasil. Akhirnya perjalanan hari itu harus diakhiri dengan menuju pusat kota Kyoto di Kawaramachi Street untuk berbelanja oleh-oleh.

Disepanjang shopping arcade, tampak toko-toko berlomba mngobral pakaian musim dingin. Rata-rata mulai dari 1.500 Ā„ hingga 5.000 Ā„. Terjangkau sekali jika tujuan kesini adalah belanja juga kebetulan musim dingin di kalimantan tidak seekstrim disini, jadi sayang sekali rasanya kalau beli pakaian musim dingin disini, padahal lagi hemat saja. Tujuan paling aman buat yang uang sakunya terbatas seperti saya adalah berburu oleh-oleh di Daiso atau toko 300 coins. Barang-barangnya bagus dan saya rasa berkualitas. Saya kalap membeli gantungan kunci dan sumpit juga 2 pasang kaos kaki yang sangat hangat di Daiso. Di toko 300 coins, saya beli syal seharga 150 Ā„. Sangat murah! Sudah puas berkeliling dan sedikit belanja. Kami pulang ke penginapan dengan berjalan kaki lagi. 
Pemandangan ajib pertama begitu sampai di area Kiyomizu-dera.

Banyakin selfie, biar dikira bahagia, padahal sedang menahan dinginnya udara.

Pemandangannya cakep.

bahkan es krim pun laku di suhu 4 derajat Celcius

Toko unik, segala pernak-pernik kucing dia jual. Yang sayang kucing! Yang sayang kucing!

Nice shoot by the way.



Bangun pagi sangatlah tidak mengenakkan, karena suhunya sangat dingin yaitu 40Celcius, kasur dan selimutnya empuk sekali karena tipikal punya orang jepang. Apabila keluar dari penginapan, mulut mengeluarkan asap setiap kali kita ngomong. Sangat keren kelihatannya, namun bibir kita semakin terasa pecah-pecah. Untuk hari kedua ini, kami berjalan agak cepat dan berlari karena mengejar kereta ke Kyoto Sangyo Univeristy untuk melakukan pertunjukkan budaya. Yoshi-san sudah mewanti wanti agar kita berjalan agak cepat. Ms Hesti juga mengingatkan kalau kita sampai terlambat hari ini, maka pihak universitas tidak akan lagi berpartisipasi untuk program selanjutnya. Beryukurlah semua tepat waktu, dan ketika sampai di kampusnya, kami disambut oleh 3 orang mahasiswinya. Adapun pertunjukkannya dilaksanakan di sebuah kelas Mahasiswa tahun pertama jurusan Sastra Indonesia. Kelasnya tidak terlalu besar, masih besar kelas di kampus, namun fasilitas dan suasananya lebih nyaman disini. Mereka masih menggunakan kapur tulis dan papan tulis berwarna hijau! Kami melakukan pertunjukan budaya dengan menyanyikan lagu Indonesia populer, tari Saman dan tarian dari Sumatera Barat. Setelah itu ditutup oleh pertunjukan dari salah satu mahasiswa Jepang yang menyanyikan Laskar Pelangi milik Nidji namun dalam bahasa Jepang. Keren sekali!
Kelasnya nobita!

Terima kasih Banjarmasin Post atas souvenirnya.

Katsudon ? Murah dan porsinya bejibun. Darah anak kos menggebu-gebu.
Setelah makan siang di kantin kampus yang juga tak kalah keren dan bersih (cerita mengenai kantin di jepang akan tersendiri), kami pun bergegas ke Kinkakuji Temple. Sebuah kuil yang berlapis emas. Dimana kuil ini merupakan (bisa cek di internet) dan setelah puas berfoto-foto, kami pun diajak untuk mengunjungi kampusnya Yoshi san saat dia masih mahasiswa yaitu Ritsumeikan Univeristy. Tak pernah terbayang kalau bisa melihat dan berkunjung ke kampus ini sekarang. Saya hanya pernah membaca dari blog orang tentang kampus ini. Sekarang malah bisa berkunjung dan melihat lebih dekat, meskipun cuma beberapa gedung saja dikarenakan sudah malam. 
Bagaikan bendera kerajaan. Serasa masuk setingannya The King of Thrones.

Hari ketiga, kami berkunjung ke salah satu kampus top di jepang, apalagi kalau bukan Kyodai. Kyoto Daigaku atau Kyoto Univesity. Disini kami melakukan diskusi singkat tentang ASEAN Studies. Saya tak dapat menangkap begitu banyak apa yang dibicarakan karena sedang kelelahan dan fokus mengagumi kampus ini. Kami melakukan diskusi di depan Main Gate yang dekat Clock Towernya. Setelah itu kami masuk kedalam bangunannya dan berbelanja oleh-oleh di toko souvenirnya dan berkeliling area kampus untuk makan siang di kantin kampus. Saya memilih makan kebab karena bosan makan nasi #alasan. Kami makan siang di rooftop yang terbuka dan cuma kami yang makan disini, mahasiswa pada makan didalam hehe. 
Paling epik. Berfoto dengan latar belakang Clock Tower-nya Kyodai. Someday lah.


Fakultas Sastra kalo gak salah. Plang namanya doang sih.

Tempat selanjutnya yang dituju adalah Hutan Bambu Arashiyama dimana perlu waktu lama untuk mencapai tempat ini, tapi ternyata hujan turun meskipun tidak terlalu deras. Hujan tak hujan yang penting foto. Hutan bambu yang selama ini hanya saya lihat melalui kalender dan di instagram akhirnya bisa saya lihat dengan mata sendiri. Hutan ini sepertinya bukan hutan kota melainkan hutan pribadi atau hutan buat produksi bambu. Karena terdapat kuburan umum dan tempat pemotongan bambu. Saya dan mas okvan berkeliling hutan bambu hingga kami menjadi 2 orang peserta terakhir yang ditunggu karena yang lain sudah pulang duluan ke penginapan. Namun anehnya, malah kami duluan yang sampai ke penginapan. Malam itu kami pindah ke Osaka. Yah, selamat tinggal Kyoto. Kota yang sangat nyaman dan kondusif. Semoga saya kembali ke kota Kyoto, terserah dah untuk apa, belajar oke, riset oke, berkeluarga dan menetap disini saya juga tak keberatan.


Tempat hits di Kyoto. Most instagram-able place for tourist. Oya, tanpa peristiwa injak-injak tanaman lho.

Comments

Popular Posts