Hotel Mumbai

Hal random namun spesifik yang terpikirkan setelah nonton film Hotel Mumbai. 
Merupakan film India kesekian kalinya yang benar-benar diluar ekspektasi. Karena film India kebanyakan menye-menye dan penuh dengan tarian dan nyanyian yang nyanyi-able sepanjang zaman. Contohnya kuch kuch hota heeee dan sebangsanya. Film india lain yang patut diapresiasi selain Three Idiots. Film India yang berani mengambil jalan yang berbeda. Seakan-akan si pembuat film menantang saya si ‘penonton film random yang tergantung review orang-orang di twitter’ datang ke bioskop dan menghabiskan 1 persekian rupiah gaji saya untuk menonton karyanya. Etapi ini film emang gila sih. 
Genrenya bikin bingung. Bingung in positif way yha. Btw ini gak masalah kan kalau bahasanya nyampur? Bukan anak jaksel soalnya, anak Jonga. Saya pikir ‘oh ini kayaknya lika-liku hidup pegawai hotel di Mumbai yang mungkin agak dramatis dan paling nanti ada joget-joget si tokoh utama’. Ternyata saya salah. Pikiran cowok selalu salah. Genrenya : sejenis Attack on Titan tapi ada bang Amrozi disitu errrrrr. Sehabis nonton? Gak ada dramanya sama sekale. Tegang bro. Gak bisa santai juga nih filem. 
Alurnya? Tidak pakai basa-basi kayak nawarin tamu mau makan apa khan biasanya ditanyain dulu abis dari mana, sama siapa, semalam berbuat apa, mau kemana, kapan hilal terlihat, apa saja nama ikan, tapi tidak kawan, langsung ke inti cerita yang malah bikin saya sebagai penonton jadi mau tau alias kepo ini  hotel mau dibawa kemana. 
 
Ya jelas begitu, karena judulnya saja Hotel Mumbai tentu saja sebagian besar setting akan berada di dalam hotel. 
 Hotel Mumbai : btw untuk ini saya mau ngasih pertanyaan saja buat siapapun yang merasa general manajer-nya hotel Mumbai. 
 
a.       Syuting disana pasti ribet yha, secara hotelnya besar sekali kaya pabrik gula kapasitas 12rebu ton tebu. Ngatur tempat kamera gimana caranya yha?
b.      Itu khan settingnya tahun 2008, apa tidak ada alat pemadam otomatis, secara tidak mungkin hotel tidak punya manual apabila terjadi hal seperti itu. Oh iya sama, kenapa kaca dan jendela terlihat susah dibuka, padahal penting bagi bangunan seperti itu untuk jalur evakuasi darurat. 
c.       Tapi salut sama jalur tangga darurat yang menyatu dengan tembok sehingga tidak akan disadari oleh teroris. 
d.      Seharusnya Hotel semewah ini sudah punya system perlindungan teraman yang aksesnya hanya bisa diketahui oleh staf tertentu missal ada kejadian seperti ini. Berlindung di club eksklusif? Tentu bukan pilihan. Tapi salah satu pilihan. Gue mikirnya kayak kamar khusus yang aksesnya mudah ke keluar hotel dan aman. Tapi setidaknya kejadian ini kayak turning point buat industry hotel bagi yang memperhatikan. 
Tokoh.
Si Arjun pasti tokoh utama khan? Salut. Tanggung jawabnya terhadap pekerjaan. Eh bukan hanya Arjun, tapi orang-orang di divisi dapur yang bersedia mengorbankan waktu hanya untuk menyelamatkan tamu. Yes, dalam industry hospitality, Guests are God. Mrbrebes mli part 1 pas bapak-bapak tua itu bilang : Saya sudah bekerja di Hotel ini selama 32 tahun, Hotel ini adalah rumah saya. 
Dasar film India yha, emosi si tokoh utama ke tokoh pendamping itu disampaikan lewat mimic muka mereka. 
Scene yang bikin nyesek dada lagi : pas si Arjun ngelihat temannya mati lewat cctv.
Scene yang lagi-lagi bikin sesenggukan : pas si Arjun motoran pulang kerumah dan menghampiri istrinya.
Satu lagi : pas si Arjun dan bosnya pelukan setelah berhasil selamat dari dalam hotel setelah 12 jam terperangkap.
Just, kebayang kalau itu gue, bapak gue, saudara gue. Kebayang aja.
Selain Arjun, mamanya Cameron (di Bombana nyebut nama ibu begini), atau si Zahra. Dialognya gak banyak, air matanya yang jatuh yang banyak. Naluri seorang Ibu sih yang ditampilkan, dia berani sekali ngambil resiko hanya untuk bertemu dengan anaknya.
Gilanya turning point film ini itu 10 menit sebelum kelar. 
Nonton film ini bikin gue teringat kembali alasan tidak mau pergi ke Jakarta dulu, yha, framing bahwa Jakarta penuh dengan sasaran teroris itu bikin was-was duluan apabila mau ke Jakarta. Mantra All is well juga kalah duluan. Bom bisa meledak dimana saja bahkan di Mumbai yang jaraknya jauh sekalee dari New Delhi. Tahun 2008 dan kepolisian di Mumbai belum bisa dipakai untuk menanggulangi teroris. Yha pastilah. Sama aja misalnya kepolisian Tanah Bumbu atau Bombana yang mana ada seorangpun yang bisa memprediksi bahwa ada kejadian teroris menyerang.  
   
 Sukanya lagi dengan film ini adalah : tidak ada tokoh utama yang berusaha menajdi hero. Semua alamiah. Si Arjun? Dia hanya kebetulan terperangkap, coba saja ia pulang saat tidak memakai sepatu, pasti dia tidak mencemaskan tamu secara berlebihan. Manusiawi. Tapi tetap salut. Tamu adalah yang paling penting. 
Sehabis film ini gue mikir, kok segala kejadian di film ini tuh mirip sama apa yang sedang terjadi di Indonesia sekarang yha? Pemilu 2019. Gue pengen banget bertukar pikiran dengan orang yang sama-sama menganggap bahwa pemilu tahun ini gila, bukan masalah keberpihakan tapi mencoba mengupas mengapa pihak ini melakukan ini dan mengapa pihak itu melakukan itu. Motifnya apa. Jangan-jangan sama dengan teroris yang ada di film ini. Iya, sama-sama berlatar belakang agama. Kok bisa yha agama yang sama-sama kita anut tapi pemahamannya berbeda. Apa gue yang belum mecapai titik ‘mabuk’ seperti mereka?
Gue mikirnya sama sih dengan yang di film, ada yang membisiki mereka untuk melakukan ini dan itu. Orang yang melihat semuanya dari jauh dan meyakinkan bahwa ini adalah jalan yang ‘gwenchana’ untuk dijalani dan semua yang melawan adalah kaffheeer.
Tapi kemana sih manajer hotelnya? Kok tidak ditampilkan? Jangan-jangan ….. hiks.
Tapi yha penjelasan di akhir film yang makin mencampur adukkan perasaan. Setelah 21 bulan, hotel berhasil di restorasi dan semua tamu dan staf datang lagi  buat pembukaan. Gimana dah tuh perasaan mereka.
Kalau aku ya : melihat lobby yang dulu penuh dengan korban pasti jadi pilu dan apa yha sama saja kaya berkunjung ke bekas medan pertempuran. Kemudian melihat kamar hotel, atau ke restoran yang dimana saat itu tempat mencekam dan dapur sebagai pelarian terkahir. Akkkhhh berkecamuk itu dada.
Scene yang paling bagus : sewaktu Arjun menjelaskan tentang surbannya kepada tamu perempuan. Gugupnya dapat, gelagapannya dapat, si tamu memahami alasan dan inilah contoh komunikasi yang sebenarnya.
Lesson learned : kalau terjadi apa-apa di hotel misal ada kejadian pengerahan people power apaan lah itu bangking, bisa langsung menuju tempat teraman.
 
Lesson learned 2 : nonton bioskop di Kendari pastikan pakai jaket dan celana panjang soalnya ac-nya dingin sekali bikin gak fokus nonton karena menahan dingin pingin pipis dan gigi gemeretak saking dinginnya itu ac. Juga kalau beli tiket dibawah 5 biji harus cash gak bisa pakai debit card
Akhir kata : filmnya bagus. Bahkan gue berencana apabila nanti ada kesempatan pergi ke Mumbai, mau napak tilas ke hotel ini tapi tidak perlu membawa carrier bro takut dicurigai dan kayaknya juga gak bisa masuk, mahal keknya. 
 

Comments

Popular Posts