Menuju Serasan
Perjalanan menuju pulau Serasan
Setahun di kabupaten Natuna, ada satu misi yang
harus saya tuntaskan bagaimana caranya bisa mengunjungi seluruh sekolah dasar
penempatan teman saya. Desa Pengadah, Kelarik, Batubi, Setumuk sudah sering saya datangi. Sambil
menunggu waktu kapal sandar maka desa Batu Berian, Air Nusa dan Kerdau yang belum saya datangi. Jadwal kapal yang
harus dicocokkan dengan permohonan ijin di sekolah adalah faktor penghambat
namun masih bisa diatasi, sebenarnya tidak tega meninggalkan anak murid,
apalagi sekarang adalah wali kelas. Namun, sayang banget kan belum mengunjungi
mereka padahal jarak mereka hanya selemparan batu. Selemparan kalau dilempar
pakai meriam bambu. Alias 17 jam mabu-mabuan di kapal.
Akhirnya, di bulan
September ketemulah jadwal
kapal yang cocok. Izin juga didapat dan bisa pergi berlima. Cabut. Dari
Pian Tengah,
saya sebenarnya bingung berangkat ke titik kumpul bagaimana caranya
karena saya
baru bisa keluar desa setelah jam pelajaran selesai. Saya disarankan
untuk naik
bis, tapi akan menunggu terlalu lama. Saya memutuskan untuk menunggu
saja di
simpang Pian dan terserah saja mau naik apa ke Ranai toh biasanya semua
jenis
transportasi sudah pernah dinaiki cuman belum pernah masuk instastory
aja. Syukurnya saat sedang galau, ada ayah Rachel yang akan menjemput
anak sma
cemaga dengan minibus. Saya izin ikut. Yes boleh. Bahkan saya disarankan
untuk
ikut minibus lagi yang kebetulan akan parkir di Ranai. Berasa bis trayek
antar provinsi pake transit segala. Asyiknya saya bisa tidur
di jalan sepanjang Pian tengah - Ranai. Lumayan dua jam.
Perlu saya klarifikasi bahwa bukannya saya tidak
mau membayar untuk naik mobil tambong/travel, tetapi karena jam mobil travel yang sudah
lewat (terakhir jam 2 siang), naik bis juga sudah lewat (jam 3 siang dan bisa
saja sudah penuh karena kapal masuk ) lagian tidak bisa menghubungi paman-paman
travel dan bis untuk minta kursi karena sinyal ā¦dengarkanlah akuā¦apa kabarnya ā¦pujaan
hatiku alias bye.
Saya berlima akan berangkat menuju pelabuhan
Selat Lampa nanti sore saat kapal mendarat (?) eh berlabuh. Saya selalu
menyukai drama yang terjadi kalau berangkat bareng mereka ini. Dita yang duluan datang
katanya tetapi entah pergi kemana dulu alasannya ngantar guru lah beli ikan
lah, Hanna datang setelah saya naik mobil karena dia enak privilege nya~, Latin
dan Pahala yang baru datang disaat-saat terakhir. Jadi juga nih naik kapal 17
jam.
Berangkat dari selat Lampa sekitar pukul 8
malam dengan naik kapal Sabuk. Pertama kali, boy! Gugup sumpah.
Kita beli
tiketnya di dalam kapal seharga Rp. 65rebu kalo gak salah. Tidak ada
loket tiket sodara-sodara. Perlu diperhatikan bahwa perjalanan
ini adalah bebas asap rokok dan tempat tidur.
Teman saya, Pahala,
mencari sampai ke dek
bawah dan ā¦.penuh semua, seperti scene barak tentara atau tawanan perang di
film-film dengan segala propertinya yang apik, kardus supermi beragam isi, ayam hidup, sayuran
menggelinjang bebas. Sementara di dek depan sudah terisi sepeda motor. Ternayata di dek
belakang, eh sepertinya geladak degh, ada tempat yang lowong dan
pemandangannya enak tapi karena dari besi jadi dingin dan cemas kalau
licin dan tergelincir merosot ke bawah, seram. Baru kali ini tidur
menghadap laut memandang langit selama
satu malam nyenyak ditemani angin laut dan tidak masuk angin! Prestasi!
Review fasilitas yha. Kapal ini dilengkapi
mushola yang lebih terjaga kualitasnya dan sepertinya tidak seorangpun yang
berani tidur disini. Ber-ac tetapi air wudhunya kualitas air gambut yang lincar-lincar
berminyak kalo ditangan. Wc-nya waduh parah. Tanpa pintu, gagang dan selang
shower tidak tau kenapa berpisah dimana letaknya dan dari 5 bilik yang ada
hanya satu yang mendingan dan bisa diajak untuk buang air besar secara damai
tapi tanpa penerangan. Hayo loh.
Kami pun menghabiskan pagi dengan makan mie cup
dan menonton perisitiwa orang-orang yang turun ke kapal lebih kecil yang akan melanjutkan
pergi ke pulau Subi. Kenapa tidak berlabuh kesana? Gak kuat. Lautnya dangkal
kayaknya atau pelabuhannya yang tidak layak, entahlah saya belum pernah kesana
jadi tidak bisa menceritakan. Gila juga ya, misalnya aku adalah warga pulau
Subi yang ingin pergi atau pulang berarti harus mengalami ritual naik turun
kapal di tengah laut selama hidup. Errrr. Bagaimana kalau musim gelombang
besar?
![]() |
nun jauh disana adalah pulau Subi |
Setelah 17 jam di atas kapal dan uno pun sudah
selesai dimainkan, terlihatlah sebuah pulau yang besar dan betapa bahagianya
ketika sudah merapat ke pelabuhan. Akhirnya sampai di Serasan! Kesan pertama
adalah : Rame, Panasan dan Tidak Sabar Menjelajah.
![]() |
sobat pelni |
Dimana pulau Serasan? Cek google maps, say, alias berada di tengah-tengah laut Natuna di antara pulau Bunguran dan Kalimantan Barat. Lokasi Pulau Serasan
Pulau eksotik dengan birunya laut (beneran biru Kristal bray) yang kontras sekali dengan hijaunya pulau yang penuh dengan kelapa dan pepohonan khas pulau-pulau ditengah laut Cina Selatan.
Selanjutnya akan bersambung ke cerita selama di Serasan dan Subi. Tertarik pergi? sini saya temani.
Comments
Post a Comment