Menuju Lakudo, Buton Tengah.

Halo. 
Jadi, akhir bulan Juli kemarin aku berkesempatan mengambil cuti pendek 2 hari untuk pergi ke Buton Tengah yang terletak di Pulau Muna. Greget sih. Aku kesana dalam rangka ikut kegiatan Kelas Inspirasi sebagai relawan dokumentator yang tugasnya adalah mendokumentasikan kegiatan kelas inspirasi. Aku kebagian di SDN 18 Lakudo. Seru sih! Banget! Bikin nagih. 
Tetapi yang akan aku ceritakan disini nanti bukan tentang kegiatannya tetapi bagaimana perjalanan menuju kesana yang Indonesia banget (halah kayak pernah ke luar negri aja, Bay!). 
Untuk menuju lokasi Buton Tengah ada berbagai jalur transportasi yang dikasih panitia. Aku ngambil rute termudah dijangkau, resikonya kecil dan tercepat serta murah. Jadi aku berangkat dari mess di Watu-Watu sekitar jam 6 pagi menuju pelabuhan Torobulu yang berada di kabupaten Konawe Selatan. Perjalananan melewati Taman Nasional Rawa Aopa dan kota Tinanggea. Yes, akan ada banyak nama-nama daerah unik yang akan aku tulis disini. Jarak tempuh sekitar satu sampai satu setengah jam. Aku berangkat menggunakan motor dinas dari perusahaan dan sebenarnya belum tau pelabuhan ini letaknya dimana jadi mengandalkan google maps. 
Sesampainya di Pelabuhan Fery, aku bahkan gak tau bagaimana caranya menyebrang jadi nanya ke orang loket tiketnya yang mana karena beneran ini berbeda dengan pelabuhan Fery di Batulicin dan sudah lama tidak ke pelabuhan. Ternyata ada tiga tiket yang dibeli untuk menyebrang. Satu tiket untuk tanda masuk pelabuhan Rp. 11.000, satu tiket untuk motor rute Torobulu – Tampo seharga Rp. 39.000 dan satu tiket untuk diri ini Rp. 31.000. Sudah total Rp. 81.000 yang dibutuhkan untuk menyebrang ke pulau Muna dengan lama perjalanan selama 3 jam. 
Selama di lautan ya aman damai tentram tanpa konflik. 
Sesampainya di Tampo, perjalananan dilanjutkan menuju kota Raha untuk solat Jumat. Kotanya bagus dan rapi. Sepanjang jalan dipayungi oleh pohon Flamboyan yang berjejer rapi dan rumputnya dipotong rapi kaya di taman-taman kantor bupati. Pemandangannya bagus banget karena rumah penduduk masih rumah tradisional dengan sistem panggung yang khas banget. Ngalahin Edensor ini mah. Rupanya ini awalnya saja. Begitu keluar dari kota Raha, ada dua rute yang bisa diambil untuk menuju Buton tengah. Aku memutuskan untuk ngambil rute dengan waktu tempuh yang lebih cepat yang akhirnya menjadi penyesalan. 
Awalnya sih baik-baik saja, pemandangan pinggiran kota dengan rumah tradisional, pantai dengan birunya laut tapi setengah jam kemudian jalan aspal habis, tersisa jalan berbatu dengan aspal yang pelit. Waduh! Dalam hati sudah merasa ini tidak beres. Mana sinyal sudah hilang, sudah tidak bisa dengerin lagu lewat spotify khan. Lama kelamaan jalan berubah menjadi lebih sempit dengan rumah penduduk yang mulai berkurang. Berikutnya pemadangan hanyalah hutan dan ladang. Ahh, here we go again. Ladang, hutan bambu, kuburan. Syialaaaaaan. Meskipun siang hari tapi eyy ini beneran lewat hutan asli hutan. Dua jam kemudian baru tembus ke jalan aspal setelah melewati berapa kali kuburan dan berapa ratus doa dan surah pendek (untung dulu mantan dai cilik). 
Sewaktu pulang, saya mencoba rute sebaliknya yang berbeda setengah jam menurut google maps dan orang local rekomendasikan untuk tidak lewat rute ini. hamma! Mengapa tyda lewat jalan ini sajjjaaaaa … jalannya bagus aspal rapi rame dan bagus yang terpenting banyak orang dan tyda terdapat kuburan juga hotan bamboooooo! 
Makanya, Bay, jangan memancing di air keruh! 
Selama di hutan itu pikiran saya hanya terlintas potongan dari adegan-adegan film 'Keramat'. Film yang menghantui kehidupan perkuliahan saya. Kepikiran bagaimana kalau saya disesatkan dan baru diketemukan besok harinya. Khawatir apa kata HRD karena lagi bawa motor dinas. Sumpah ya itu jalan mending gak usah dimuat dalam google maps. 
jalan beginian masuk google maps ...
Singkat cerita akhirnya saya tiba di Buton Tengah, tepatnya di Lakudo pukul 3 sore! Aye-aye!
kulinernya : pisang goreng, tuli-tuli, ubi goreng
Saya menginap di salah satu rumah yang dekat dengan tempat kegiatan untuk besok hari dan berada persis di pinggir pantai. Rumah-rumah penduduk berbentuk panggung khas tradisional orang sini. Selain pemandangan rumah penduduk yang kolong bawahnya bisa dibuat untuk nongkrong dua tiga jam jadilah kain tenun khas Buton, ikan bakarnya juga mantap. Segar. Ikan sekali mati soalnya. Sayangnya belum sempat explore daerah sini. Semoga bisa balik lagi. Amin (paling serius).



Comments

Popular Posts