Bisik dari Pengadah
Dalam satu malam yang sunyi
Tanpa ada daun yang berbisik
Hanya sungai yang bermuara pelan
Ada hati yang bersembunyi tapi tak dapat berteriak
Ia sedang duduk diam
Memandang bulan
Ada sedikit sinar
Ia tahu kalau ia tak sendiri
Pengadah, 18 Februari 2017
Selama hampir tiga minggu tanpa ada sinyal internet di desa
rupanya malah membuat banyak perubahan dalam diriku. Biasanya jika ada sinyal,
tangan akan terus memegang hape mencoba mencari tahu apakah bisa berselancar atau membaca kabar dari follower~.
Sekarang sudah masa bodo. Mau siapa yang sms atau telpon baru akan ketahuan
saat mau tidur. Selain itu paket data juga lebih hemat dan bisa dipakai kalau
sedang berada di kota kecamatan (Sedanau) dan kabupaten (Ranai) untuk download video drakor muehehe.
Keadaan ini juga membuat aku menjadi pendengar setia cerita
anak-anak. Setiap malam sehabis magrib, aku sengaja duduk di atas pompong (perahu) di
depan rumah sambil menunggu anak-anak habis ngaji untuk menyapaku dan
menunggu mereka duduk disampingku dan mulai bercerita. Cerita apa saja. Tanya
apa saja. Kebanyakan mereka akan cerita tentang kegiatan mereka hari itu,
kadang cerita tentang kejadian sewaktu di sekolah atau cerita tentang orang tua
mereka.
Kadang aku dibuat tertawa, terharu dan ingin mendekap
mereka.
Sempat terpikir, what the hell I’m doing here, in the land of
nowhere, I mean in Pian Tengah. Menjadi teman bercerita mereka sambil
memperbaiki grammar melayu natunaku. Tak jarang orang tua mereka mencibir
kegiatanku. Macam orang gila katanya, ketawa-ketawa di depan rumah. Hey! Ya! Dugunde ?!
Mereka jarang bercerita di rumah, selalu dipukul katanya.
Mereka jarang bergelayut atau duduk di pangkuan orang tua mereka, ndi se (Tidak ada) mama
katanya. Dipukul, dijewer, diketil (dicubit), dipecut (dicambuk) dan beragam kata negatif lainnya
adalah hal yang setiap hari ada di sekitar mereka. Dicemooh, diganggu, dicap
degil (nakal) dan beragam adegan bullying dalam sinetron adalah rutinitas mereka. Ada apa
sebenarnya ? apa mereka tidak mengerti bahasa kasih dari anak mereka sendiri ?
apa mereka tidak tahu kalau anak mereka layak didengarkan ceritanya ? entahlah
…
Sudah sejak desember yang lalu, aku mempersiapkan diri untuk
menjadi pendengar setia cerita mereka. Kadang mereka bertanya bagiamana
rupa kota Banjarmasin, apa itu Black Hole, bagaimana bisa ada lampu
kelap-kelip, kemana
matahari bila malam tiba, pakai baju apa bila kita ke planet Uranus
hingga
kenapa bapak Bayu tidak suka makan cokelat.
Jadilah teman bermain mereka, …
Jadilah
sahabat mereka yang bersedia mendengar setiap kisah mereka, …
Maka kau bisa memetik pelajaran penting.
Salah satu teman saya pernah berpesan seperti itu, hingga
itulah mengapa aku sekarang punya banyak kotak cerita yang mungkin saja
menjadi salah satu naskah bersejarah, melintasi zaman dan batas
imajinasi, karena setiap anak yang
datang, mulut mereka penuh cerita ajaib.
Comments
Post a Comment