Bandung punya cerita (2)



Ini cerita mengenai pasca kekalahan telak dari lomba cerdas cermat di Unpad. Jadi kami memutuskan untuk jalan-jalan dulu di Bandung. Dimulai dari perpisahan dengan para panitia yang tidak pernah mereka rasakan bakalan sesedih itu. Hehe, lucu jadinya melihat mereka bersedih padahal keluarga bukan dingsanak lain, tapi jar buhannya asa sudah kenal lawas. Di dalam angkot yang mengantarkan ke Bandung cuma sebentar sedihnya, dan dapat diduga, ribut lagi, masalah apa saja dibahas. Sampailah kami di penginapan di daerah Gardujati, di Jalan Ence Bagus. Lumayan lah satu malamnya tarifnya Rp. 250.000. lagian pas week-end. Untuk makan malam, kami memutuskan keluar penginapan ke jalan utama, lupa itu jalan apa dan pemandangan yang membuat kami bengong adalah ini daerah pecinan! Banyak B2 digantung di tepi jalan! Kami berkeliling untuk mencari warung makan yang ada logo halalnya demi keamanan. Sekali makan mahal beut. Lebih mahal di sini ternyata daripada di Banjarbaru, atau kami yang salah pilih warung. Tapi kata orang sini, itu sudah termasuk murah. Yah, cukuplah untuk perut malam ini.
Besoknya aku bawa mereka berjalan –beneran jalan kaki- ke Gedung Merdeka tempat Konferensi Asia Afrika dilaksanakan, kemudian lanjut ke jalan Braga dan bersitirahat di Indomaret, haha. Lanjutlah kita menunggu temannya mereka, namanya Dini yang bersedia mengantar kami ke Mall dan Mall, aih. Please, no more mall and fastfood. >-<
Kita pesan tiket kereta api dan berangkat besok pagi ke Stasiun Bandung menuju Jakarta dan nginap satu malam disana. Menginap di hotel yang namanya bukan nama hotel kebanyakan. Salah pilih hotel sebenarnya. Ini hotel tempat om-om dan tante-tante check in. Menyesal sekali pilih hotel ini, mana kamar kami ada di lantai 3 dan tanpa lift. Di dalam kamar gerah sekali, kipas angin yang lebih mirip kipas angin di zaman penjajahan, mana kursinya sudah lapuk kayunya, showernya tidak berfungsi, kamarnya terlalu luas Cuma untuk 2 orang, mana mereka tidak menyediakan extra bed lagi. Aih. Baru kali ini resepsionis hotel dijaga oleh satpam bejibun. Handuk yang disediakan pun aku rasa bukan buat handuk mandi tapi handuk joging. Syukurlah cuma 1 malam.
Setelah itu kami berkeliling dengan ke beberapa tempat, seperti Monas, Kota tua dan Museum nasional. Kesannya, pertama ke Monas dan kita datangnya malam sehingga kurang begitu menarik dan kebetulan hari itu sedang hujan gerimis, jadi nggak enak sekali buat keliling monas. Kami lanjutkan ke pameran flora di lapangan Banteng dengan jalan kaki saudara-saudara. Mengerikan sekali rasanya menyebrang disini. Salah salah pulang tinggal nama.
Besok harinya kami berkemas, dan segera menggeret koper ke stasiun gambir untuk menyimpan sementara kami berjalan-jalan ke kota tua menggunakan transjakarta. Dan begitu polos, udiknya kami naik bus ini. Rebutan dengan penumpang lain dan saling berpegangan satu sama lain, bahkan sampai salah naik trayek tapi murah sih dan nyaman. Dari Monas ke Kota Tua Cuma Rp. 4.500,- kalau tidak salah. Dan lupa kalau hari ini hari minggu, kota tua penuh sekali, jadi tidak bebas kemana-mana dan museumnya masih direnov. Aku yang memang nggak enak badan *bukan karena AC transjakarta, merasa lebih enak bila hanya duduk di stand perpustakaan. Mau ke museum seni rupa dan Wayang tapi aih capeknya kaki ini. Kali ini ada ide gila yaitu masuk ke Cafe batavia, okelah. Begitu disodori daftar menunya, semua berpandangan dan yang terpikir adalah strategi keluar dari cafe ini tanpa ketahuan. begitu kami mencari ide, para pegawainya sudah bersiap menelpon seakan-akan kami ini adalah apalah .... kami sepakat keluar satu-satu dengan modus berfoto di tiap sudut sampai ke sudut pintu keluar dan voila kami selamat sampai keluar. Buat kalian yang merasa uangnya cekak jangan masuk cafe ini deh.
Selanjutnya menuju stasiun Gambir untuk kembali ke Banjarbaru.

Comments

Popular Posts