Serunya 17an di Natuna
Bulan Agustus pasti identik dengan semarak Kemerdekaan. Banyak orang yang bersiap menyambutnya. Ada yang mengecat gapura, memasang bendera, melatih paskibra atau merumuskan lomba-lomba di kampungnya. Selama 2017 kemarin, 17an adalah salah satu momen yang paling asik dan kalau diingat-ingat bikin makin rindu dengan Natuna.
Song, intip kemeriahan 17an di Pian Tengah.
Anak-anak bilang, nanti upacara bendera
akan dilaksanakan di desa Sebuton. Karena heran, aku pun bertanya ke salah satu
dari mereka, loh kok nggak di desa kita sendiri, di Pian Tengah? Rupanya,
peringatan 17 Agustus di desaku ini akan dilaksanakan bergantian dengan dua
desa lainnya, yaitu desa Sebuton dan desa Binjau yang merupakan satu gugus KKG.
Wah, mendengar upacara ada di desa
sebelah, berarti jalan kaki kesana, duh, jauh, hahaha. ternyata tidak, bagi
peserta upacara 17an dari desa Pian tengah tersedia free shuttle transportation
berupa : mobil bak terbuka.
![]() |
Menuju lapangan upacara |
Jadilah saya dan guru lain juga
murid-murid berkumpul di bak mobil menuju desa sebelah. Jaraknya tidak begitu
jauh, jalan kaki pun bisa, tapi lama dan panas. Kurang lebih 15 menit naik
sampailah ya. Ringkas. Bayangkan jika jalan kaki, anak-anak akan mengeluh kesoi
(capek), lapar dan haus. Padahal belum mulai pulak inspektur masuk lapangan.
Begitu tiba di lapangan upacara, kita
tidak langsung baris. Tapi masih menyesuaikan lapangan acara dengan jumlah
peserta yang hadir dan set set set segera ambil bagian, mau jadi tim apa.
Berhubung di lapangan, cuacanya panas dan kulihat tidak ada yang menjadi tim
medis, maka jiwa pmr smpn 1 kh muncul dan aku mengajukan diri menjadi tim
medis, alias baris sendirian di belakang murid-murid.
![]() |
Bersama rekan guru SDN 004 Pian Tengah |
Apakah ada murid yang pingsan dan
kesurupan seperti di Lapangan 7 Februari Pagatan? Hm. Nggak ada. Semua sehat,
kuat dan tertib sampai acaranya selesai. Bahkan sempat-sempatnya ada acara
makan bareng.
![]() |
Makan setelah upacara, enak bener dah |
Sehabis upacara, kami Kembali ke rumah
masing-masing dan nonton tayangan Upacara 17an di Istana Negara. Anak-anak pada
datang ke rumah dan kita nonton bareng, sampai ada yang nyeletuk ānak go eh ase
jodi pasukan macam tuk hoā merujuk kepada paskibra yang memakain seragam putih
dengan langkah mantap.
Nah! 2 hari kemudian, di sekolah
penempatanku, SDN 004 Pian Tengah tentu tidak ketinggalan dalam merayakan 17an
ini dong, gak boleh kalah dengan sekolah penempatan PM lain, fufufufu, padahal
tau kabar lain aja nggak, secara gak ada sinyal.
Jadilah, 18 Agustus, saya berinisiatif bikin āapa sih itu namanya yang bendera segitiga kecil digantungā?, karena gak tau jual bendera plastik dimana dan kalaupun ada pasti harus nyebrang ke Sedanau atau Ranai, malas kali kak, lebih baik manfaatkan barang bekas. Didampingi beberapa anak murid, kami memotong koran menjadi potongan segitiga kecil, mengecatnya dengan warna merah putih, tidak ketinggalan juga gelas air mineral gelas. Dirangkai dengan plastik dan digantung melintasi lapangan sekolah. Cakep dan aku bangga, hahahaha!!!
19 Agustus, seluruh warga sekolah
janjian dresscode baju olahraga sekolah. Lapangan sudah berhias, perlombaan
segera dimulai. Lombanya apa ajanih gerangan Pak Guru?
Ada Lomba Makan Sekuot hahaha, karena
gak ada jual kerupuk yang buat lomba, jadinya para guru menggantinya dengan Sekuot
atau Biskuit dalam bahasa Natuna. Pesertanya gigih banget dan anak murid kelas
rendah, seru banget haha.
![]() |
Lomba Makan Sekut |
![]() |
Balap kelereng. Mereka bawa sendok sendiri |
![]() |
Balap Karung usia dini |
![]() |
Balap Karung U25+ |
![]() |
Masukin paku ke botol, gak ngerti kemarin nyari botol banyak dimana haha |
![]() |
Nyari koin dalam tepung |
Ada lomba masukin pensil ke dalam
botol, balap karung, lempar bola, Balap Kelereng, cari uang dalam tepung
(terinspirasi dari Running Man), hafal Pancasila, hafal UUD (kagum sih, anak SD
udah hafal) juga lomba khusus guru : Balap Karung! Ngakak banget bagian ini!
Semua orang jadi peserta dan semuanya
juga mendapat hadiah. Meski pembagian hadiahnya telat gara-gara ada yang maksa
ngeprint sertifikat pemenang (bayu orangnya) dan lupa bungkusin hadiah
gara-gara kecapean.
Setelah, di Pagatan, biasanya hanya
berdiri di barisan peserta atau sesekali jadi tim paduan suara, aku kadang
mikir, kenapa belum pernah merasakan euphoria yang benar-benar merayakan hari
kemerdekaan ya? Mungkin pernah, tapi kok mau lagi ngerasain tapi kapan. Bersyukurnya di Natuna, 17an sangat bermakna, setidaknya
bagiku, ini moment dimana hari lahirnya bangsa, dirayakan dengan suka cita.
Selamat Ulang Tahun negaraku yang
Sebagian warganya masih suka pasang lampu reting kanan tapi beloknya ke kiri,
semoga segala kebiasaan jeleknya bisa berubah yaa. 76 di 2021, tetap bermakna
kok.
Merdeka!
Comments
Post a Comment