Ramadan 1426 Hijriah

‘Sahur. Sahur. Waktu imsyak tinggal lagi 30 menit. Sahuur. Sahuuuur’
Suara itu lama-lama makin keras saja terdengar. Siapa sih orang yang tega berisik saat sahur. Dari speaker masjid pulak. Aku melihat jam dinding. Masih jam 4 subuh, dong! Selain itu suara orang teriak diluar juga turut membangunkanku. Bila iseng aku sering nungguin mereka lewat. Segerombolan anak muda yang keliling, teriak sahur-sahur, sambil bawa benda yang dipukul entah wajan entah drum plastic bekas entah tutup panic dan biasanya sambil geret kaleng bekas susu yang ditaruh di tanah dibiarkan mengikut kemanapun mereka pergi. Kontras. Berisiknya. 
Lalu mama akan membangunkanku dengan cara membuka kelambu, menarik selimut dan memukul kakiku. Siap bangun bos. Cuci muka dan langsung menghadap baki berisi nasi bseerta lauk pauk. Semuanya masih hangat. Berarti mama bangun jam 3 untuk memasak ini semua. Tidak lupa ada desertnya, kue basah sisa berbuka, sekotak kurma dan segelas susu hangat. Biar pulas tidurnya lagi. 
Sehabis sahur dan sebelum subuhan, nonton tv adalah pilihan yang mewah. Acara subuh ini prime time sekali ya dengan pola lawak, kuis, nyanyi, shalawat, nasyid, kuis, lawak lagi. Sehabis subuh ada lagi mozaik islam atau kisah-kisah nabi. Aku memilih bersepeda keliling kota sampai mentok ujung desa. Baru balik rumah sekitar jam 9 pagi ketika keringat sudah melekatkan baju dengan kulit. Kalau sedang tidak ingin bersepeda, paling main ke rumah teman di pinggir sungai lalu kita memancing ikan sambil main di kapal. Lumayan lah, segenggam ikan bilis. Kalau lagi malas jalan jauh, standard lah, main petasan, dari petasan tuyul yang kecil, petasan serangga, ular, sampai petasan bakar.  
Setelah sampai rumah, mandi, istirahat, nonton tv dan tidur. Bangun lagi kalau nanti sudah Ashar dengan dalih tidurnya orang berpuasa itu ibadah. Bisa aja lu, bay. Kadangkala main ke rumah tetangga, main Ajakan Tukup, Bola hamput, sepak tekong, keleker, kasti, gambaran atau kuis spesial Ramadan. 
Kalau sudah Ashar, artinya siap-siap, menemani Mama pergi ke pasar untuk beli kudapan berbuka dan sahur yang harus sesuai rekomendasi dokter di tv. Tidak memakai pewarna buatan, pemanis buatan juga kalori tinggi. Pilihan paling aman adalah wadai Amparan tatak, wadai sejuta umat Banjar top picks during iftar. Warnanya putih. Dijual berloyang-loyang. Kalau beli akan diiris berbentuk 1/16-nya lingkaran. Akan kelihatan ada semburat kuning gading Persia berjejer rapi di tengah putihnya santan perasan tangan acil-acil penjual kue. FYI, isinya pisang. Tidak akan pernah bisa digantikan oleh buah lain. Titik.  
Pilihan lainnya ada banyak. Ada Sarimukka, berataskan gula merah atau gula jawa dan dibawahnya adalah kukusan tepung beras tumbuk. Ini teksturnya enyak. Empuk. Kalau dimakan rasanya lengket di langit-langit mulut. Rasanya juga kontras. Atas manis. Bawah gurih-gurih plain.
Paling disuka dan belinya seminggu sekali adalah sari India. Tau lapis legit? Nah ini versi basahnya. Terdiri dari lapisan-lapisan tepung beras dan caramel yang manisnya pas. Dikukus dengan hati-hati per lapisan. Hasil dari kesabaran berjam-jam bikin kue ini mahal harganya. 
Kalau lagi malas beli takjil for iftar, tenang saja, beberapa saat setelah Ashar ada orang yang menjajakan kuenya berkeliling. Sudah hafal orangnya beserta isi dagangannya. Inggih bujur jar pian, wadai papare bekunyung dan Apam telo! Ini yha wadai berdua ini adalah warisan tak benda bangsa Indonesia yang luput dari mata Unesco. Kemana Negara hah! Apam telo itu adalah kue Apem yang berendam dalam larutan gula merah dengan moralitas sekian mol. Jadinya agak encer. Kalau kental, malah terasa gak enak. Tekstur apam yang spongy direndam dalam larutan gula itu kaya makan banana cake dari jepang tapi dicocol gula botolan produk Tropicana slim, hehehehe. Manis. Kalau papare bekunyung, hmmmm, ini gimana jelasinnya, bentuk kuenya saja janggal. Bila Apam telo adalah putri Disney, maka, maaf saja nih Papare Bakunyung ibarat anak tunggal raja yang disembunyiin makhluk halus dalam pohon… Ya, kue banjar sebegitu dinamisnya.
15 menit sebelum berbuka akan ada tanda dari Mesjid, berupa muratal Quran dan diselingi informasi kalau waktu berbuka tinggal berapa menit lagi. Memudahkan untuk orang-orang yang sedang berada di jalan agar segera pulang, nelayan agar segera merapat, petani agar segera berlari menuju rumah, peternak agar menutup kadang, dan anak-anak nakal yang malah main bola daripada mengaji agar segera mandi dan duduk manis di depan baki
‘waktu berbuka telah sampai, Allahuma lakasumtu ….. selamat berbuka puasa’ adalah kalimat terindah dari pengurus masjid sampaikan saat itu. Langsung saja, es jus dan kurma. Es jus adalah istilahku untuk jus buah bilungka hapuk yang dicampur sirup dan diblender. Setelah ini baru nonton kultum di tv, untuk mengisi buku kegiatan Ramadan yang alih-alih mendengarkan. Tidak lupa nonton Bajaj Bajuri sebelum berangkat terawih.
30 menit sebelum waktu isya, orang-orang di depan rumah sudah ramai. Anak muda, orang tua, bersarung, bercelana kain panjang, berjins, bermukena, ibu-ibu, bapak-bapak, pemakai sandal swallow, sandal bakiak, sandal refleksi, akan berduyun-duyun berjalan menuju masjid pilihannya. Suka-suka ada masjid 11 rakaat ada 23 rakaat. Suka-suka ada masjid panjang bacaanya, ada masjid yang singkat surahnya. Ada masjid yang dikeliling kembang api, ada masjid yang rawan sandal hilang.
Saat seperti ini saatnya Bapak menyalakan lampu kelap-kelip warna warni depan rumah. Biar semarak katanya. Melihat orang berduyun-duyun pergi terawih seperti ini adalah pemandangan setahun sekali. Rasanya seperti melihat lukisan. Orang-orang yang datang dengan bayangannya, dengan pakaian mereka yang bermacam-macam, bersuara masing-masing, tapi mengarah ke satu titik. Hanya petasan yang sengaja dilempar anak-anak yang bisa memecah barisan ini. 
Aih Lupa, aku lupa membawa buku kegiatan Ramadan untuk meminta tanda-tangan imam terawih. Aih! Mana pulang-pulang sandal hilang lagi, terpaksalah telanjang kaki sampai rumah. Biarkan saja, anak-anak lain yang tadarus. Meski suara mereka sumbang naik turun belok dan kadang diulang-ulang, tapi membantu orang-orang tidur. Seperti dininabobokan. Diayun-ayun sampai terbuai hingga sahur menjelang. 

Bagiku, Ramadan rasanya seperti permen kristal warna-warni yang berkilauan yang tersimpan di toples kaca. Mahal. Langka. Manis. Magis. 
1438 H oleh Bang Ucok

Comments

Popular Posts