2019 dalam perspektif saya
Kata
manajer saya, pekerjaan itu harus terarah dan terukur. Saya mengiyakan dalam
hati. Setuju. Jangankan pekerjaan, mimpi pun harus terarah dan terukur.
Layaknya garis sumbu x dan sumbu y, mimpi saya pun harus terarah dan terukur.
Hidup harus ada tujuan bukan? Supaya tercapai, tujuan itu harus punya arah dan
ukuran. Karena kalau cuma hidup bahagia itu nanggung. Saya tidak suka. Film
nanggung saja saya kesal, apalagi hal lain. Mari kita sama-sama belajar membuat
tujuan hidup yang lebih bijaksana. Mumpung masih di februari 2019, masih sempat
menuliskan hal-hal baik apa yang ingin kamu capai setidaknya untuk jangka waktu
satu tahun kedepan. Relax saja.
Kalau aku :
Apply (setidaknya) 3 beasiswa S-2 ke
Jepang.
Saya merasa, tujuan hidup saya akhir-akhir ini hanya ada dua, kuliah
lagi dan nikah. Setidaknya saya ingin sekali lagi belajar basic
pertanian yang
seru, bila perlu belajar lagi statistika pembangunan pertanian jangka
panjang, analisa rancangan percobaan split plot blablabla, residual
kimia pertanian simpanan karbon inilah itulah dan lain-lain meski nanti
nilainya C, tapi belajar seluk beluk pertanian itu candu. Jangan
nanggung, saya mengusahakan beasiswa ke Jepang. Ada jalan apa
nggak, diterima atau ditolak, itu urusan nanti, saya belajar banyak
untuk
bersikap tidak terlalu mengkhawatirkan masa depan dan berhenti
mencemaskan
sesuatu yang belum terjadi. Kalau gagal? Ya bikin lagi resolusi.
Bepergian ke 5 tempat yang berbeda
selama tahun 2019.
Ini mah hasrat
pribadi saja. Saya ingin menginvestasikan umur saya untuk
melihat lebih banyak lingkungan, menyantap lebih banyak makanan yang
belum
pernah saya kunyah, merasakan udara berbeda dan bangun pagi dengan
memandang sawah dan langit biru bersih. Kali ini saya tidak ingin
jalan-jalan sendirian. Saya akan bepergian
bersama sahabat-sahabat saya. Tujuan akhirnya apa, Bay? Gak tau. Mungkin
biar
feed IG bagus aja, itupun kalau masih main sosmed.
Membaca buku minimal 1 buku per
bulan.
Kerja di remote area berarti jauh dari akses kenyamanan standard anak
gaul. Setidaknya saya perlu berkendara selama 6 jam pulang pergi hanya untuk membeli buku yang berkualitas. Saya
merasa perlu kembali menjadi kutu buku karena sayang saja setahun berlalu tanpa
pernah membaca buku-buku bagus yang terus terbit. Meski katanya industri buku
sedang lemah dan minat baca orang Indonesia rendah, jangan khawatir, saya masih
akan membeli buku dan sering membaca, kok. Mengapa membaca buku perlu? Untuk
menetralkan pikiran yang seharian mendengar banyak opini, buka sosmed membaca
opini orang lagi, maka saya perlu waktu untuk mendefinisikan kembali kumpulan
kata berdasarkan opini saya sendiri.
Ikut kegiatan volunteer 1 kali.
Selama tahun 2018,
saya cuman pernah ikut kegiatan volunterring dua kali, itupun tidak
sampai
selesai karena saya memilih untuk memihak bosku #kerjaan (perlu uang
soalnya, sob, hiks).
Dua-duanya kelas inspirasi. Saya merasa menyesal tidak menyelesaikan
kegiatan itu
sampai selesai bila perlu smapai rapat evaluasi panitia padahal seru
banget. Maka dari itu, saya ingin ikut lagi tahun ini namun hanya
berani menuliskan satu kali setahun, soalnya terbentur aturan cuti dari
perusahaan yang ‘aneh’ banget. Satu kali itupun sepertinya harus
terpaksa
berani. Yah, semoga kesampaian lah.
Menghasilkan 30 tulisan di blog.
Masa selama 2019 hanya menyalurkan ambisi doang, kurang tertantang dong.
Maka dari itu demi kesetimbangan jiwa dan jari, saya menargetkan untuk
produktif berkarya (gile kaya nama kabinet bem) menghasilkan 30 tulisan.
Terserah lah mau esai, puisi, cerbung, atau yang sifatnya menggiring opini
publik~ saya merasa menulis adalah salah satu pelepasan energi stress saya. Dulu saya
pernah salah tujuan, menulis supaya dilirik orang dan berharap menjadi penghasilan
hahaha, ternyata jadinya kurang motivasi, sekarang menulis adalah tradisi untuk
saya wariskan dari generasi ke generasi (kecap kali ah)
Sekian dulu lah. lihat nanti deh, kalau 2019 berakhir baru blog ini saya
publish, hehe.
Comments
Post a Comment