Bukan Perjalanan Dinas Biasa [Pasuruan]
Saat sedang
asyik chatingan via whatsap dan saya berkeluh kesah mengenai kerjaan sekarang,
sampailah ke pertanyaan ini ‘mau sampai kapan berangkat dan pulang kerja selalu
mengarah ke tempat yang sama? Melakukan rutinitas yang sama setiap harinya?’.
Iya, saya bosanan tapi tidak gampangan #loh. Saya kembali merenungi bahwa
kerjaan saya memang begini. Meski dikelilingi udara segar setiap paginya,
tetapi harus berebut dengan debu-debu jalan akibat jalan tanah yang dilewati
para pekerja kebun. Sejauh mata memandang, lokasi kerja saya dikelilingi oleh
puncak-puncak gunung Sulawesi yang meski tidak seindah gunung-gunung di Jawa
tetapi cukup membuang lelah kami, yang bekerja mengolah gula di kebun, seperti
yang pak manajer saya bilang. Iya, sampai kapan rutinitas ini berlangsung?
Kapan jalan-jalannya???
Hingga
.......
kesempatan itu datang. Divisi saya, Riset, diundang untuk mengikuti pelatihan laboratorium di Pasuruan. Hiya! Hiya hiya! Saking semangatnya, kami berempat sudah membayangkan akan melakukan apa saja disana, barang apa yang dibawa, bahkan sampai mencari-cari disana ada mall apa nggak. Memang, bayangan selalu indah. Singkat kata, sehari sebelum keberangkatan, rasa kesal itu muncul gara-gara tiket keberangkatan yang tidak sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Kami mendapat tiket berangkat dari Kendari hari Minggu malam di penerbangan terakhir. Gile.
kesempatan itu datang. Divisi saya, Riset, diundang untuk mengikuti pelatihan laboratorium di Pasuruan. Hiya! Hiya hiya! Saking semangatnya, kami berempat sudah membayangkan akan melakukan apa saja disana, barang apa yang dibawa, bahkan sampai mencari-cari disana ada mall apa nggak. Memang, bayangan selalu indah. Singkat kata, sehari sebelum keberangkatan, rasa kesal itu muncul gara-gara tiket keberangkatan yang tidak sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Kami mendapat tiket berangkat dari Kendari hari Minggu malam di penerbangan terakhir. Gile.
Padahal sudah bilang satu jam sebelum dibookingkan untuk
pilih penerbangan siang eh satu jam kemudian dibalas dengan alasan
'sudah terlanjur booking, pak'. Aaargh! Lha kita sejam yang lalu
watsapan lohhhh. Sialnya lagi adalah, mobil dari site menuju Kendari dijadwalkan
Sabtu siang. Lha, kan berangkat minggu malam yhak, ngapain dong itu 24 jam lebih di Kendari BHAMBANK! Kantor bilang nggak ada mobil yang
berangkat minggu pagi. Tiket juga karena otomatis dicarikan yang paling murah.
Kemana hilangnya rasa manusiawimu kisanak…
Begitu
sampai Surabaya sudah larut malam dan begitu sampai penginapan sudah hampir
tengah malam. Mobil menepi dan masuk ke dalam pekarangan dengan bangunan yang
…. Peninggalan Belanda sejak 1800an. sepi. Kusam. Tidak terawat. Ngerasa gak,
Yu? Bhahahahahahaha. Sialnya lagi adalah, kunci kamar dipegang penjaga malam.
Beliau lagi keluar dan kami harus menunggu satu jam. Okelah, satu jam di depan
rumah khas Belanda banget. Nunggu ada none-none Belanda aja nih muncul, bubar
pasukan. Setelah satu jam menunggu, supir mobil datang dan berkata bahwa masnya
nggak ketemu. Whaaaaw, keren.
Kami berdiskusi dan bermaksud untuk memesan hotel
di luar saja daripada merepotkan orang lagi lagian sudah lewat tengah malam
begini. Tetapi, supirnya memaksa kami untuk tidur di kamar sebelah saja.
Yasudahlah, badan juga capek, kenyang tapi ngantuk. Diantarlah menuju kamar
yang anjir luas banget kamarnya. Lorong menuju kamarnya ada 4 lukisan minyak
yang bahkan aku tak berani menatapnya. Lagian kenapa orang iseng banget
memasang lukisan ibu-ibu persis di depan pintu kamar tidur.
Kamarnya berlantaikan
ubin yang seingatku hanya pernah kutemui di kampus gedung tiga dan gedung balaikota Banjarbaru,
alias ubin tua banget. Kasurnya hanya ada tiga dan dilengkapi bantal yang sudah
hampir tidak pernah dipakai untuk tidur lagi. Seperti barak rumah sakit.
Ngeri-ngeri sedap menginap disini. Saya beruntung menjadi pribadi yang cepat
sekali ngantukan dan tidur, jadi merasa aman melewatkan malam meski keadaan
sekitar membuat leher tiba-tiba ingin merinding hehe.
Akhirnya
kesampaian bisa liburan dari kebun dan dibiayai oleh kantor. Kapan lagi bisa
bangun pagi masih sempat jalan-jalan keliling kota, minum teh, sarapan sambil
ketawa-ketawa. Kami mendapat pelatihan di salah satu pusat penelitian di kota
Pasuruan yang bangunannya ternyata adalah cagar budaya saking tuanya. Khas
Belanda sekali dengan jendela-jendela yang super besar. Bahkan lab-nya saja ada
balkon dengan lemari-lemari yang serasa di Hogwarts. Jauh-jauh kesini, malah
lebih banyak mendapat kisah tentang ‘penghuni’ gedung.
Tetapi ya,
saya baru memahami karakter orang disini yang saya sebagai anak
Kalimantan
merasa risih. Hehe. Bukan bermaksud membahas suku, cuman agak unik saja
dan
bikin kami berempat merasa lucu. Ketika, salah seorang dari kami
berempat
bertanya dimana membeli lampu UV dan laptop, teman saya langsung
dipertemukan
dengan vendor lampu UV dan diantar sampai Malang untuk menuluskan niat
membeli laptop, bahkan diagendakan. Waw. Ketika saya tidak
sengaja bertanya dimana bisa membeli lumpia, eh besoknya makan siang,
kateringnya dari restoran yang dimaksud. Yhaaaa.
Puncaknya adalah,
ketika
ditawarin pergi ke Bromo. Kami berempat merasa tidak keberatan saat
ditawari,
namun ketika disebut harga paketnya ternyata melampaui budget dan pas
banget
belum gajian, maka kami merasa keberatan dan bingung bagaimana
menolaknya
karena prosesnya berbelit-belit semacam tarik ulur lah hehe. Kami
berempat
tidak ada yang suka naik gunung, namun hanya penasaran bagaimana kah
rupa
gunung Bromo secara berempat bukan berasal dari lingkungan yang gunung
banget,
Kendari-Lampung-Kalsel.
Yasudah,
saya beranikan ngomong kalau kami tidak jadi ikut paket wisata ke Bromo yang
kami kira gratis sebagai bonus ternyata bayar itu. Eh, datang lagi gigih banget
nawarin paket. Lah ini jadi semakin susah menolaknya, ibaratnya obstacle-nya
meningkat. Rasanya sayang uang sebesar itu dibuang hanya untuk melihat gunung
Bromo, terbayang bisa ditukar dengan tiket pesawat, baju dan makanan lucu atau
beli kue artis kekinian untuk saya pribadi sebagai reward. Hingga, malam Jumat
datang dan akhirnya ‘penghuni’ menyapa salah satu dari kami sampai ia tidak
bisa tidur semalaman karena disapa. Kami memutuskan segera cabut untuk bermalam
di Surabaya saja daripada giliran siapa lagi yang disapa di malam berikutnya.
Bodo amat apa kata kantor kenapa gak menginap di tempat yang dipilihkan.
Kami
meminta mobil untuk mengantar ke Surabaya dan mobilnya mogok di tengah
kemacetan kota Surabaya. Sempat kesal tapi akhirnya menarik kesimpulan bahwa
harus bersyukur sih. Mobil inilah yang seharusnya mengantar kami ke Bromo dini
hari nanti yang jika dipikir lebih beruntung mogok di tengah kota Surabaya
dibanding mogok di jalan antara Pasuruan-Bromo. Setelah menunggu lama, pihak
kantor akhirnya menginjinkan kami untuk naik taksi saja menuju hotel. Yaiyalah,
masa mau bermalam di pinggir jalan. Sudah kepalang ngantuk, mana hotelnya enak
banget, bangun-bangun saya sudah tidak sadar kalau matahari sudah tinggi
sekali. Reward, yah, Bay. Alhamdulillah.
Sudah
berakhir sialnya? Belum. Hitung saja delay-nya Lion Air sebagai salah satu
kesialan, yang entah kenapa baru kali ini naik pesawat merapal doa macam-macam
dan sejenak berubah menjadi orang yang religius. Selama terbang, yang
terbayang adalah film-film kecelakaan pesawat itu tuh yang penumpangnya tidak
sadar kalau sudah mati tapi masih berusaha menyelamatkan diri sama film
Thailand yang ternyata pramugarinya menaiki pesawat terkutuk, duh Gusti. Begitu
sampai di Bandara Haluoleo, kami mengira langsung dijemput, ternyata masih
menunggu juga. Begitu mobilnya datang, dikira akan diantar langsung menuju
site, sudah terbayang akan enaknya tidur di kasur sendiri, eh ternyata supirnya
bilang menginap di Kendari saja dan besok pagi pukul 5 berangkat. Doh, belum
berakhir juga ini dramaaaaa.
Beruntungnya
adalah, Pasuruan kota yang cantik untuk orang yang suka dengan bangunan tempo
dulu. Banyak sekali berhamburan bangunan dan gedung yang arsitekturnya kayak di
Bandung atau yang sering kita temui di kawasan kota lama Semarang, Surabaya dan
Jakarta. Pasuruan kotanya kecil, tapi enak, teduh, panas tidak begitu
menyengat, ada toko pakaian yang murahnya kebangetan dan makanan yang juga
kelewatan murahnya. Sayang euy, kemarin tidak sempat explore lebih banyak.
Comments
Post a Comment