Mati Bunuh Diri
Sesungguhnya dunia memang kejam. Kita akan selalu berhadapan
dengan pertanyaan selama hidup kita. Pertanyaan yang menurut saya mengganggu.
Sangat. Saya ambil contoh ketika saya kuliah saja, tentu berbagai pertanyaan
yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan, datang dari siapa saja. Kapan lulus
? kapan skripsi ? setelah lulus mau
kemana ? kerja dimana ? kapan wisuda ? nomor hapenya berapa ? ..... yang banyak
bertanya adalah orang-orang yang tidak turut menyumbang uang kuliah kita.
Seandainya dia bertanya dengan selipan amplop bertuliskan “buat uang kos 3
bulan” kan lain cerita.
Sehabis lulus kuliah, pertanyaan berikutnya adalah kapan mulai kerja ? mau kerja dimana ? sampai
pertanyaan yang berubah jadi paksaan. Kerja di dinas aja. Pns aja. Errr.
Mengapa orang-orang selalu bertanya terhadap hidup kita ?
Kehidupan saya setelah lulus kuliah sudah saya rencanakan
bahkan sebelum lulus. Saya ingin kerja disini, daftar program ini, ikut ini
itu. Perihal lolos atau tidaknya urusan belakangan, bagi saya mewujudkan mipi
itu lebih penting daripada ikut arus daftar sana sini. Celakanya, orang tua
saya tidak peduli atau sebut saja mem-black list semua rencana saya sehabis
kuliah. JADI PNS SAJA.
Weh. Tak tau lah rasanya. Kecewa. The day when your heart is broken by something that you hate.
Saya merasa seperti divonis mati. Jadi PNS adalah rencana
saya yang terakhir yang kemungkinan besar tidak akan saya pilih. Rencana paling ujung yang saya
lakukan bila semua tidak berjalan sesuai rencana itupun sambil malas-malasan.
Jadi PNS seperti hukuman mati. Ikut tes cpns bagaikan bunuh diri. Hal yang
sangat mengganggu adalah apabila beberapa orang datang ke orang tua, terus
mengajak agar ikut tes cpns dengan embel-embel kalau tes ini tertutup, hanya
sedikit orang yang tau. Mereka percaya namun mereka tidak tau kalau gaji
pertama cuma cukup buat isi kuota.
Ada lagi, salah satu keluarga saya yang myakinkan orang tua
saya untuk menyuruh saya jadi pns saja, dengan iming-iming sudah pernah
dibicarakan dengan ibu bupati. Hem. Fyuh. Dan bisa ditebak, orang tua saya
percaya, menyuruh saya daftar pns, padahal saya sedang bekerja di perusahaan di
Jorong, what the hack. Demi status sosial, demi kenyamanan katanya, demi gaji
tinggi (apanyaaaa yang gaji tinggi). Mending di perusahaan lah. Alasan orang
tua saya, kalau di perusahaan bisa dihentikan sewaktu-waktu, lah di pns juga
kok. Tapi kan di PNS bisa selamanya kerja disana ..... siapa yang mau hidup
bertahun-tahun berangkat kerja jam 7 pagi pulang jam 4 sore ? Ogah lah. Bisa
jadi ini hanya perasaan saya yang sudah beberapa kali dikecewakan oleh sikap
dan pelayanan PNS.
Herannya adalah banyak orang yang bersedia menjual apa
saja demi jadi PNS. Saya tak mau begitu, bilang saja sudah tercuci otak di
kampus kalau hidup harus jujur. Saya hanya tak ingin, hidup saya bertahun-tahun
duduk manis dibelakang meja sambil pura-pura ngetik laporan padahal lagi main
zuma pakai komputer kantor. Yang lulusnya pakai uang sogokan. No way. Meski
tidak semua pns berkelakuan seperti itu. Saya hanya tak ingin meneruskan
tradisi korupsi. Ups.
Bagi saya PNS adalah lagu lama. Orang-orang boleh saja
berkumpul untuk mendaftar pns tapi saya tidak. Masih ada pekerjaan yang saya
inginkan sebelum saya menyerah dan mendaftar jadi PNS.
Orang lain boleh menilai PNS adalah pekerjaan impian. PNS
membuat orang lebih mapan, kaya dan makmur. Tapi saya tidak.
Orang lain boleh jadi senang pakai seragam yang sama
bertahun-tahun, tapi saya tidak. Saya lebih suka pakai kaos atau kemeja lah.
Orang lain boleh bangga pakai mobil dinas, tapi saya tidak.
Yang saya ingin katakan hanya, kalau ada pekerjaan lain yang
lebih asyik, kenapa harus jadi PNS ?
Comments
Post a Comment